Catatan Harian: Pulau Mandangin, Sampang - Madura.
Tak Terlihat Bukan Berarti Tak Berbinar Benderang
Hari pertama Kamis, 17 Maret 2016.
Saya melakukan perjalanan untuk
menetapkan dan mengkondisikan persiapan diklat anggota baru LPM FANATIK dari
Bangkalan menuju ke pulau Mandangin. Tepat pukul 16.00 WIB saya sampai pada
rumah bapak Saiful Anam sebagai Klebun (Kepala Desa) desa Mandangin yang baru
menjabat sekitar 3 bulan. Semua warga di Mandangin tergolong ramah dan taat
dalam menerima tamu baru seperti saya. Tepat ketika sampai di pelataran rumah
pak klebun saya memberanikan diri untuk masuk dan memberikan salam kepada pak
klebun serta tamu yang kebetulan mengaku sebagai LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat). Setelah selesai bersalaman saya memohon pamit untuk sholat selepas
itu saya langsung ditemui oleh sekertaris desa yang bernama Agus.
Setelah bercakap-cakap dengan pak
Agus kemudian pak Klebun telf dengan rekan kerjanya yang bergerak di bidang
hukum. Pak Kelebun merasa tidak yakin dengan LSM yang tadi bertamu, banyak
ditemukan kejanggalan-kejanggalan yang mengarah kepada penipuan. Dimulai dari
surat tugas yang dilaminasi serta stempel-stempel yang tertera di dalam buku
prosedur tidak asli alias hasil scan. Hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap
LSM yang tadi bertamu di rumah pak klebun. Setelah selesai berdiskusi via
ponsel pak klebun langsung menyuruh saya untuk menyelidiki hal tersebut.
Kemudian saya mencari informasi
tambahan untuk mengidentifikasi apakah benar data yang dibawa oleh LSM tersebut
beserta surat tugasnya. Tergolong rapih dengan berbagai stempel dan tanda
tangan scan para LSM ini memberikan keterangan di dalam dokumen-dokumen LSM
tersebut. Setelah itu saya beserta pak klebun menyimpulkan bahwa LSM tersebut
hanya tipu-tipu. Kemudian saya berniat untuk mengecas dan menulis catatan
harian ini. Karena listrik di desa mandangin ini bergantian antara mandangin
barat dengan mandangin timur. Hal ini dikarenakan suplai listrik dari PLN
kurang memadai jadi daya yang dihasilkan untuk menerangi pulau dengan luas 2,5
KM2 ini hanya mampu bergiliran untuk menikmati aliran listrik.
Bukan hanya demikian warga disini
juga sangat akrab dengan keterbatasan sinyal ponsel. Dikarenakan di mandangin
hanya terdapat 2 tower sinyal ponsel yang sama” bergantian untuk nyala. Setelah
selesai menulis catatan harian ini saya berpamitan untuk melaksanakan sholat.
Sehabis saya sholat saya di jamu pak klebun dengan hidangan makan malam khas
pulau mandangin yaitu ikan dengan kuah asin dan ikan panggang. Makan malam pun
selesai perut pun kenyang. Pak klebun mengajak saya untuk berbincang-bincang
masalah dan potensi pulau mandangin. Diantaranya pulau mandangin ini sedang
terancam oleh perilaku penyimpangan sosial salah satunya adalah penggunaan
narkotika dan obat-obatan terlarang yang menimbulkan dampak yang tidak baik
bagi kondisi pulau mandangin yang mulai berkembang.
Remaja disini terlalu ikut-ikutan
arus globalisasi, terutama remaja yang sudah memiliki pergaulan di luar pulau
mandangin ini. Budaya yang tidak baik dari luar pulau dibawa ke mandangin tanpa
memperhitungkan baik dan buruknya. Tanpa adanya pengawasan yang ketat pulau mandangin
akan menjadi kawasan yang terancam oleh kenakalan remaja. Dengan ditemukannya
ratusan bungkus komik di area sekitar candin pak klebun beranggapan itu adalah
hal yang diluar dugaan. Apalagi pak
klebun telah mengantisipasi hal demikian dengan menerapkan peraturan tentang
penjualan obat komik yang sudah dilarang. Bagi siapapun yang menjual komik
dalam jumlah besar maka akan ditangkap dan dibicarakan di balai desa guna mendapatkan
perlakuan lebih lanjut. Pak klebun pun
berharap agar warga disini ikut berpartisipasi dalam menjaga ketentraman pulau
mandangin.
Selain itu warga disini juga
resah dengan perilaku remaja yang menyimpang kaidah-kaidah desa yang masih
kental nuansa pondok pesantrennya ini. Dengan adanya penyalah gunaan narkoba
dan obat-obatan terlarang ini menimbulkan berbagai hal negative lainnya. Banyak
terjadi kasus pencurian, kecelakaan, pemerkosaan yang marak belakangan ini.
Warga di kepulauan mandangin yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan TKI
ini sangat menyayangkan jika hal itu masih terus terjadi.
Diharapkan semua elemen
masyarakat yang ada harus berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan ketentraman
pulau mandangin. Setelah banyak berbincang mengenai kenakalan remaja tersebut
saya menyempatkan diri untuk berkelilig di sekitar pemukiman warga yang
memiliki jalan sempit serta gang di mana-mana. Jalanan seperti ini awalnya
sempat membingungkan saya. Namun, saya pun harus segera menyesuaikan diri
dengan lingkungan ini. Lampu mati sudah menjadi kejadian yang biasa di pulau
mandangin ini. Saat saya jalan-jalan keluar saya berniat untuk mencari sebuah
warung kopi. Saya berjalan sekitar 500 m dari tempat pak klebun. Dan menemukan sebuah warung kopi di pinggir
jalan, setelah itu saya memesan sebuah kopi dan memulai bercakap-cakap dengan
penunggu warung.
Saat itu waktu menunjukkan pukul
20.00 WIB dan suasana di pulau mandangin sudah terasa senyap. Saya bertanya
kepada ibu-ibu yang berada di warung kopi tersebut menanyakan berbagai
pertanyaan yang mengarah kepada profesi keseharian warga pulau mandangin.
Ibu-ibu ini bersyukur dengan pulau mandangin yang sekarang mulai sadar akan
pentingnya pendidikan. Dengan warga yang sudah banyak berpendidikan masyarakat
menjadi semakin maju dan berkembang. Jika sudah memiliki jenjang pendidikan
yang tinggi masyarakat diharapkan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki
oleh pulau mandangin ini.
Waktu menunjukkan tepat pukul
21.00 WIB, setelah puas berbincang-bincang dengan warga di warung kopi tersebut
aku berniat untuk mengistirahatkan diri di rumah pak klebun. Sesampainya di
rumah pak klebun saya langsung sholat setelah itu saya beristirahat. Dan hingga
saya terlelap dengan sendirinya.
Hari Kedua Jum’at, 18 Maret 2016
Saya terbangun dari tidur pulas
karena kecapean. Dengan berbagai macam suara yang mengganggu diantaranya adalah
suara dering alarm ponsel saya. Waktu itu jam di alarm menunjukkan tepat pukul
04.30 WIB. Saya kemudian segera bangun dan mengambil air untuk wudhlu. Hari
masih gelap dan awan masih terlihat mendung dibarengi dengan hujan rintik-rintik.
Saya melaksanakan sholat, setelah sholat saya berniat untuk merapikan tempat
saya tidur semalam karena tempat tidur saya semalam merupakan mushola kecil di
rumah pak klebun. Setelah selesai merapikan tempat tidur saya berniat untuk
keluar ruangan dan menghirup sejenak aroma udara pulau mandangin yang khas.
Aroma amis dan bau ombak laut
menerpa hidung, selang beberapa jam kemudian saya baru tersedar jika pak klebun
sudah duduk di kursi tempatnya melayani warga mandangin. Istri pak klebun sudah
menyajikan makanan buat saya. Lontong balap, dengan taburan bumbu merah. Entah
apakah ini termasuk makanan khas mandangin atau apa yang jelas ini merupakan
hidangan sarapan yang akan membuat saya
kenyang. Saya berterimakasih atas keramahan warga beserta bapak ibuk klebun
yang sudah menerima saya dengan baik.
Kembali saya diajak pak klebun
untuk berbincang-bincang, ia membicarakan tentang latar belakang ia hingga
sekarang ini bisa menjadi klebun. Beliau merupakan lulusan pondok Sidogiri
pasuruan, beliau adalah murid yang memiliki begitu banyak prestasi yang
merupakan kebanggaan tersendiri. Namun,
beliau merasa jika mondok Cuma di Mandangin kurang bisa berkembang jadi beliau
meminta kepada orang tuanya untuk dipondokkan di Sidogiri, Pasuruan. Setelah
sudah beberapa tahun beliau mondok beliau mendapat amanah untuk menjadi
pengawas di pondok. Beliau bercerita tentang banyak pengalamannya di pondok.
Beliau bersyukur mengenal banyak ilmu dari mondoknya.
Sedikit banyak beliau juga
menceritakan mengenai sejarah PKI di Sidogiri serta Petrus di jamannya pak
soeharto. Beliau mengatakan betapa terkungkungnya sejarah pada waktu itu.
Demokrasi adalah hal yang di idam-idamkan masyarakat pada saat itu. Namun,
masyarakat kini malah terlalu banyak omong sampai tak tahu yang mana yang akan
dilaksanakan terlebih dahulu. Banyak masyarakat yang keliru memaknai demokrasi
sebagai sesuatu yang bebas. Sesuatu yang bebas di dalam demokrasi pun masih ada
aturannya. Menurut beliau semua ilmu itu berdasarkan Al-Quran dan kembali ke
Al-Quran sebagai dasarannya. Itu berlaku juga untuk hidup dan berkehidupan yang
baik.
Puas berbincang-bincang dengan
pak klebun saya berniat untuk jalan-jalan lagi menyusuri pantai Mandangin. Saya
bergegas menuju tepian pantai, tetap melewati lorong-lorong jalan yang ciut
serta banyak gang. Sesampainya di tepi
laut saya menghirup nafas dalam-dalam sekedar melegakan penat yang sedang
melanda. Kemudian saya menikmati sejenak panorama yang disajikan oleh pulau
mandangin. Diterpa angina yang semilir berhembus dan sengatan matahari pagi.
Ditambah dengan nuansa kampong nelayan yang begitu sederhana. Dengan
prahu-prahu dan jarring untuk menjala ikan.
Batinpun terpuaskan, lepas dari
tepi pantai saya melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah sekolahan SD di
Mandangin Kramat. Ya, dusun di sebelah tengah pulau Mandangin. Tidak jauh dari
SD saya menjumpai warung kopi. Disana saya bertemu dengan bapak guru SD, dan
saya mulai berbincang-bincang dengan beliau. Beliau menceritakan mengenai
kemajuan masyarakat mandangin yang mulai sadar tentang pendidikan. Pada tahun
90-an masyarakat desa mandangin sangat memiliki keterbatasan mengenai keilmuan
dengan adanya SD sampai SMP saja kala itu. Jika, masyarakat pulau mandangin
ingin melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi masyarakat mandangin
harus memperolehnya di luar pulau Mandangin. Banyak masyarakat mandangin ketika
lulus SD mereka langsung ke pesantren. Pesantren di Pulau Mandangin ini ada
dua. Namun yang sekarang masih aktif hanya satu.
Beliau banyak bercerita juga
mengenai kehidupan sosial masyarakat Mandangin yang ramah serta menjunjung
tinggi nilai agama. Disini masyarakat pulau Mandangin masih menganut paham
keagamaan yang cukup kental. Semisal saja jika ada laki-laki dan perempuan yang
bukan mukrimnya berada dalam satu tempat ketika melebihi jam 19.00 WIB akan
dinikahkan di tempat. Norma kesopanan pun disini sangat ketat, ketika seorang
perempuan yang memakai celana jeans itu juga merupakan hal yang tidak sopan.
Maka dari itu semua remaja perempuan di pulau Mandangin ini berbusana yang
serba menutup aurat. Hal ini juga menjaga supaya tidak terjadi hal-hal yang
diinginkan dalam hal syahwat terhadap perempuan Mandangin.
Pak guru pun berpamitan, sembari
saya menunggu teman-teman saya yang lagi berangkat menuju pulau Mandangin saya
memesan secangkir kopi hitam pada ibu warung. Saya kemudian ditemani oleh suami
ibu penjaga warung. Dan akhirnya saya pun mengobrol banyak hal juga mengenai
hambatan pulau Mandangin dalam perkembangannya. Pulau Mandangin yang memiliki
banyak potensi alam serta potensi sosialnya ini merupakan hal yang perlu
diperhatikan. Terlebih tentang ancaman yang mengganggu berkembangnya pulau
Mandangin ini.
Menurut beliau, Pemuda-pemudi
pulau mandangin sekarang lebih banyak yang sudah berfikir instan. Hal ini
membuat minimnya minat remaja desa untuk bertindak melestarikan kebudayaan
serta kebiasaan masyarakat Mandangin. Seharusnya remaja disini memegang teguh
agama dan menolak hal yang tidak baik. Akhir-akhir ini banyak ditemukan kasus
peredaran obat-obatan terlarang dan narkoba di pulau Mandangin. Menurut
pemaparan beliau, banyak dari remaja disini mengkonsumsi komik dalam jumlah
banyak untuk mabuk-mabukan. Akibatnya banyak terjadi tabrakan dan pemerkosaan
akhir-akhir ini.
Pihak desa dalam mengantisipasi
peredaran komik telah melarang penjual komik untuk tetap berjualan komik.
Dengan demikian maka diharapkan mampu meredam tingkat penggunaan komik untuk
mabuk-mabukan. Penyebab hal ini masih diperkirakan karena banyak remaja pulau
Mandangin yang kembali ke Mandangin dari merantau membawa kebiasaan buruk
tersebut. Jadi banyak dari warga yang menyesalkan hal demikian. Hal ini pun
membuat masyarakat mulai resah dan memberlakukan jam malam bagi perempuan
Mandangin yang berkegiatan di malam hari.
Setelah banyak mendapatkan informasi
dan hari juga mulai siang saya berniat untuk kembali ke kediaman pak Klebun
untuk mempersiapkan diri menjalankan sholat Jum’at. Sesampainya di kediaman pak
Klebun saya beristirahat sejenak lalu mandi dan melaksanakan sholat Jum’at.
Seusai sholat Jum’at teman-teman pun sudah dating dengan muka kucel dan
berkeringat. Kemudian ibu klebun mempersilahkan kepada kami untuk sejenak
beristirahat dan membersihkan diri sebelum memulai kegiatan Diklat keanggotaan
LPM Fanatik.
Hari ketiga, 19 Maret 2016
Hingga tiba dimana hari pengukuhan
keanggotaan baru LPM Fanatik 2015, setelah hari sebelum-sebelumnya mereka
mendapatkan pelatihan lapangan yang lumayan berat. Mulai dari identifikasi masalah
hingga investigasi permasalahan yang di dapat di Pulau Mandangin ini. Pengukuhan
keanggotaan dilaksanakan pada tepi pantai pasir putih sebelah selatan Pulau Mandangin.
Setelah selesai pengukuhan barulah kami berpamitan untuk kembali ke habitat
awal yaitu kampus Trunojoyo Madura. Terimakasih untuk laut, ikan, pasir dan
pantainya. Semoga keramah tamahan penduduk pulau Mandangin tetap terjaga hingga
esok kami akan berkunjung kembali. Terimakasih Mandangin.