- Back to Home »
- Resensi Buku »
- Resensi Buku : Larasati
Posted by : Hery Amariansyah
Monday, 2 June 2014
Buku
'Larasati' diterbitan oleh Penerbit Hasta Mitra. Larasati adalah sebuah roman
Revolusi karya Pramoedya Ananta Toer yang pertama kali terbit sebagai cerita
bersambung dalam budaya Lentera surat kabar Bintang Timur, 2 april 1960
s/d 17 mei 1960. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Larasati; bintang film Ara
yang terkenal, dia meninggalkan pedalaman di yogjakarta untuk pergi ke Jakarta
di saat-saat keadaan tanah air yang genting akibat pendudukan NICA. Ara
kemudian bertemu dengan seorang opsir yang memberinya tugas untuk mencari
ajudannya yang hilang, Ara lalu meneruskan perjalanannya dengan kereta api dan
disambut riuh para pemuda yang terbakar oleh semangat revolusi dan kekaguman
mereka pada seorang Ara, salah satu prajurit front memberinya selendang merah
sebagai tandamata.
Di kantor
stasiun, para penumpang diturunkan untuk diperiksa, Sersan menanyainya dengan
kasar dan kemudian seseorang berpakaian preman berlarian menuju kantor tersebut
untuk menemui Ara. Dialah Mardjohan, dulunya seorang penyiar di masa pendudukan
Jepang, disitu pula Ara bertemu atasan Mardjohan yang bernama Kolonel Surjo
Sentono yang berniat meminta Ara bermain untuk propaganda Belanda, namun Ara
menolak karena dia berada di pihak Republik. Surjo menyuruh Ara melihat-lihat
penjara bersama Mardjohan diantar supirnya yang bernama Martabat. Selama di
perjalanan, Mardjohan membujuk Ara untuk menyetujui ajakan Surjo Sentono,
sementara diam-diam Martabat menguping pembicaraan mereka. Ara tetap menolak
dan ketiba tiba di penjara, keadaanya begitu memperihatinkan dan tak sengaja
Ara bertemu dengan tahanan yang sedang sekarat; Ketut Suratna yang tak lain
adalah ajudan si opsir itu. Ara kemudian melarikan diri dari penjara di bantu
Martabat. Dengan mobil, Martabat membawa Ara ke kampungnya, dari situ Ara
kemudian mengetahui bahwa Tabat adalah pemuda yang sebenarnya memihak Republik.
Di kampung itu Ara bertemu Kakek Mo dan
istrinya serta Lasmidjah; ibunya yang bekerja untuk orang Arab bernama Jusman.
Ketika melihat Ara, Jusman jatuh hati padanya dan ingin memilikinya. Sementara
itu keberadaan Ara di kampungnya bisa membuat bahaya, apalagi di kampung
itu sering terjadi peperangan antar pemuda dengan pihak NICA. Ara dan
Tabat sempat dicurigai pemuda sebagai mata-mata Belanda, namun Ara berhasil meyakinkan
mereka bahwa ia memihak Republik dengan ikut berjuang bersama mereka.
Pemimpin
para pemuda itu mati muda dalam perang karena terkena percikan granat yang
dilemparnya sendiri kearah musuh, keadaan menjadi semakin genting saja, Ara
kemudian meminta Tabat untuk menyampaikan beritanya dan pesan tentang ajudan
yang hilang itu pada opsir. Mereka kemudian berpisah. Ketika Ara
berjalan-jalan, dia bertemu Chaidir; seorang penyair muda yang sangat
berapi-api, tapi pertemuan mereka hanya singkat saja. Ara kembali ke kampung
dan tak mau meninggalkan kampungnya, meskipun Lasmidjah sudah memintanya. Dan
Jusman ternyata menggunakan caranya untuk mendapatkan Ara dengan menyuruh
ibunya tidak pulang-pulang sehingga Ara terpaksa memenuhi keinginan Jusman
untuk menjadikan Ara sebagai wanitanya, Jusman sangat tergila-gila pada Ara dan
begitu mencintainya, namun Ara tidak, dia mencintai revolusi.
Suatu hari
Ara mendengar berita kematian Chaidir dan meminta Jusman membelikannya
koran-koran untuk mengetahui berita tentang Chaidir. Jusman tertembak oleh
pemuda, namun dia ternyata menepati janjinya untuk membeli koran-koran demi
memenuhi permintaan Ara. Di saat Jusman tak ada, Achmad; seorang pemuda Arab
merayu Ara untuk bersenang-senang dengannya, namun Ara menolak karena meskipun
dia bukan istri Jusman, Ara tetap tidak mau mengikuti kemauan Achmad. Jusman
datang dan terbakar cemburu, namun dia akhirnya sadar bahwa Ara tidak melakukan
apa-apa dengan Achmad di rumahnya. Dia meminta maaf dan beberapa waktu berlalu,
Ara mengidap sakit. Jusman mengajaknya untuk menikah, namun Ara menolak.
Akhirnya Jusman meninggalkan Ara. Waktu terus berlalu, sampai terjadi
perundingan KMB dan akhirnya revolusi menang.
Ara bertemu
dengan Kapten Oding yang sudah lama dikenalnya dan sangat mencintainya. Kapten
Oding kemudian mengajak Ara menikah. Dan Lasmidjah dapat tinggal bersama
mereka.