- Back to Home »
- catatan kusam , Catatan Menikung , Catatan Perjalanan , visit-on »
- Tentang Mereka
Posted by : Hery Amariansyah
Tuesday, 7 March 2017
Di tulis oleh:
Hery Amariansyah
Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012
Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012
Pulau dengan Sejuta Potensi
Ini cerita dari ujung pulau Madura dengan nuansa, cita rasa dan estetika
peradaban yang khas. Berjuta dari mereka dulunya telah diakui sebagai maskot
pulau ini, sebelum berjuta dari mereka mulai ditinggalkan dan tidak tahu akan
dibawa kemana masa depannya. Sebelum berkisah tentang mereka, marilah kita
renungkan sejenak tentang apa yang dimiliki oleh Pulau Madura. Tentang karapan
sapi, jembatan Suramadu, carok, batik atau hal lain tentang mereka tadi. Semua memang
ada dan bisa kita jumpai saat berada di sini.
Seluruh yang dimiliki oleh Pulau Madura memiliki daya tarik tersendiri,
baik itu budaya, kuliner, wisata dan masyarakatnya. Pulau Madura dengan ribuan
potensi untuk berkembang sebagai pulau yang memiliki kekuatan ekonomi. Pulau
Madura memiliki julukan yang hampir semua orang Indonesia tahu. Pulau garam,
demikianlah penyebutannya. Orang banyak tahu tentang Pulau Madura sebagai pulau
garam dikarenakan sektor industri garamnya yang telah melegenda hingga sempat
merajai 60% pasar garam nasional (Data Disperindag tahun 2009).
Terpuruk Garam Asing
Tentang melegendanya pulau garam ini banyak orang yang kurang memahami
tentang bagaimana dilema garam di sini. Sampai akhirnya muncul
pertanyaan-pertanyaan tentang penolakan petani garam terhadap peraturan pemerintah
untuk menerapkan kebijakan pemasokan garam dari luar negeri dengan dalih membantu
kestabilan sektor produksi garam nasional yang sedang turun saat ini. Berbagai
peraturan pun dibuat untuk menyelamatkan stabilitas produksi garam yang sedang
menurun, diantaranya Permendag No. 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang ketentuan
impor garam yang tidak mensyaratkan bahwa setiap importir membeli garam rakyat
sebagai syarat untuk melakukan impor. Peraturan tertanggal 29 Desember 2015 itu
mencabut Permendag No. 58/M-DAG/PER/9/2012 tertanggal 4 September 2012. Dalam
peraturan baru ini pun tidak menentukan tentang harga garam lokal.
Sementara, pada Permendag 2012 aturan tentang masa impor garam, ditentukan
demi menjaga stabilitas harga garam. Permendag No. 125/M-DAG/PER/12/2015
tentang ketentuan impor garam ini akan diberlakukan mulai tanggal 1 April 2016.
Ternyata hal ini sangat berpengaruh besar terhadap stabilitas sektor industri
garam nasional, terutama para petani garam yang ada di Madura sebagai penghasil
garam rakyat. Dampak yang ditimbulkan dari impor garam, menciderai petani-petani
garam yang memasok garam rakyat berbagai industri baik di Madura maupun
nasional.
Hal ini dikarenakan kejelasan peraturan yang tidak mensyaratkan bahwa
setiap importir membeli minimum garam rakyat sebagai syarat untuk melakukan
impor yang artinya garam rakyat bukan merupakan kebutuhan pokok bagi kecukupan
sektor industri. Tanpa melakukan pembelian garam rakyat, otomatis pihak industri
bisa langsung mengimpor tanpa mempedulikan keadaan garam rakyat yang semakin
terpuruk. Jika pemerintah menerapkan peraturan ini maka bisa dipastikan garam
rakyat akan semakin terpuruk oleh garam asing.
Meraka adalah identitas Pulau Madura, mereka sebagai julukan akrab Pulau Madura
dengan adanya mereka Pulau Madura masih disebut pulau garam. Jika peraturan
yang dibuat akan memusnahkan harapan para petani garam, maka pemerintah harus
mengkaji ulang tentang peraturan dan masalah untuk mempertimbangkan
kesejahteraan para petani garam di sini.
Pemanfaatan Lahan Garam Belum Maksimal
Pemerintah beralasan kebutuhan garam di dalam negeri tidak sebanding dengan
produksi garam nasional. Data Disperindag tahun 2009, produksi garam dalam
negeri sekitar 1,2 juta ton sementara kebutuhan garam mencapai 2,8 juta ton.
Permasalahan diatas bukan tanpa sebab, melainkan karena beberapa faktor
diantaranya yaitu pemanfaatan lahan potensial yang belum 100%. Dari total
68.754,16 ha lahan garam potensial, pada tahun 2009 baru sekitar 25.702,06 ha
saja yang dimanfaatkan. Lahan tersebut tersebar di 9 provinsi yaitu Nanggro
Aceh Darussalam, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Dengan
demikian dapat disimpulkan pemanfaatan lahan potensial masih 37,4%.
Produksi Garam Kualitas Rendah
Selain faktor pemanfaatan lahan potensial, petani garam pun sulit
menghasilkan kualitas garam yang unggul. Kualitas garam petani masih kalah
unggul dibandingkan dengan kualitas garam produksi PT. Garam. Dengan demikian
berdampak kepada hasil penjualan garam petani yang rendah akibat rendahnya
kualitas. Akibatnya petani garam sering mengeluh soal kesejahteraan ditambah
dengan posisinya sebagai penggarap lahan, bukan pemilik lahan.
Pada tahun 2015, kebutuhan garam dalam negeri mencapai 1,7 juta ton garam
konsumsi sedangkan 2,1 juta ton garam industri. Menurut data Kemendag tahun
2015 Indonesia hanya mampu memproduksi garam konsumsi sebesar 2,1 juta ton
sedangkan garam industri belum tercukupi. Perbedaan antara garam industri
dengan garam konsumsi adalah kadar NaCl-nya. Garam industri harus memiliki
kandungan NaCl sebesar 98% sedangkan garam konsumsi dibawah itu.
Harga Garam Rakyat Rendah
Saat ini harga garam rakyat kualitas 1 hanya Rp. 500.000/ton, sedangkan
kualitas 2 hanya Rp. 350.000/ton (Tribun.com/2015). Permendag No. 20 tahun 2005
menyebutkan bahwa harga garam rakyat dipatok RP. 750.000/ton untuk garam
kualitas 1 sedangkan garam kualitas 2 dipatok harga Rp. 550.000/ton. Tetapi
kenyataan harga saat ini jauh lebih rendah dari patokan yang sudah ditentukan
oleh Permendag.
Sebelumnya harga garam petani Rp. 750/kg. Namun semenjak pemerintah impor
garam dari luar negeri dengan harga Rp. 500/kg, dengan terpaksa petani garam
pun turut menurunkan harga garam lokalnya hingga Rp. 400/kg supaya tetap
bertahan menghadapi garam impor. Dengan kondisi yang demikian garam rakyat akan
semakin terpuruk terlebih petani garam harus menurunkan harga demi menyamai
harga garam impor yang lebih murah ketimbang garam lokal.