- Back to Home »
- catatan kusam »
- Lagi dan Lagi
Posted by : Hery Amariansyah
Thursday, 27 March 2014
Malam mendesirkan hawa dingin seolah
mengundang rasa untuk segera menyeduh secangkir kopi diatas meja warung pak
tua, merasa sendiri adalah saat dimana aku merasa terancam akan hal-hal yang
berbau endapan sepi, jari-jari tak lagi bisa bersabar dalam keadaan semakin
tersudutnya rasa untuk bersembunyi, menyentuh dan mengelus layar HP mengerahkan
segala bujuk rayu untuk sekedar menggajak kawanan begundal hina supaya segera
meramaikan suasana senyap, lama berselang selama itu aku masih sendiri duduk
termenung terlebih kaku menunggu balasan dari para kawanan, sekelebat terbayang
setelah melihat bulan berkaca nampak kilau abu-abu, setelah sekian hari tak
kujumpai bulan seterang ini, pikiran dan firasat mengatakan hal berbeda
mengenai kemunculan bulan dimalam ini, masih berbayang tentang cuplikan prakata
film “tak usah takut sendiri, selama kau masih melihat bulan yang sama”. Aku
paham betul mengapa sampai saat ini kejadian itu berulang muncul dalam potongan
nostalgia, hal ini membuat semua jadi salah arti, hal yang membuat seolah semua
berarti menjadi potongan-potongan
belati, sedikit tercederai dengan adanya awang-awang berselimut mimpi saat
semua sudah menjadi caci-maki laksana berkibarnya bendera putih dengan kata
lain aku telah menyerahkan semua supaya menjadi murni kembali. Berharap lagi
berharap sesuatu ganjal untuk segera terlewati, apa yang dicari tak ada lagi
sudah terlalu basi untuk dicerna akal sehat lagi.
Gerombolan kawanan merapat kembali
menjunjung tinggi nilai solidaritas untuk saling berbagi, tak ada kata
caci-maki semua murni untuk berbagi, waktu berseling menggantikan layar kilau
abu-abu nostalgia, hanya ingin meraih sebuah kebersamaan untuk segera membagi
kisah masing-masing melalui media warung kopi, dia merasa, mereka percaya, dan
aku bertanya-tanya mengapa hanya ada sosok bulan dimalam ini, begitu berbentuk
sabit kilaunya mencolok dengan mata-mata berkaki, jelas tak ingin ku nodai
walau hanya sebatas noktah hitam, tak sengaja mengoyak ketentraman untuk saling
berbagi, niat hanyalah niat dan semua berakhir pada persepsi diri yang semakin
menjadi-jadi. Biasa untuk jadi kekhilafan dalam mebaca pola bendera putih,
Nampak seberkas noktah hitam mengadu gengsi siapa yang harus mengamini apa yang
telah terjadi.