Hingga Sibuk Membosan (lupa diri)
bermalam di sudut kota yang gelap tanpa ada yang mengerti mengapa kau begitu munafik untuk sekedar bergelut dengan keramaian kota yang tak mungkin kau tinggalkan, menarik bukan? jika kau bergemulat dengan guyub riyuh malam yang begitu banyak lampu berkunang-kunang menambah riyuh suasana kota, laju kendaraan pun mualai sepi di terpa hujan kegelapan, lebam terasa mata mulai mengerucut di tepi diisi segompal penat yang tidak satu kali dua kali ini hinggap di sudut mata, hampir setiap malam-malamnya hanya di temani kopi dan beberapa batang rokok eceran, ya beginilah sosok pelajar yang awalnya seorang siswa yang sekarang sudah memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi jika masih disebut siswa, istilah itu sudah di lepasnya satu tahun lalu saat ia lulus dan melanjutkan studynya di sebuah universitas negeri di suatu daerah, di daerah tersebut memiliki nilai filosofi budaya yang begitu kental akan kekerasan ya sebut saja negara tersebut dengan negara kampung dimana mereka masih menjunjung tinggi nilai pribadi suatu kehormatan adalah harga mati suatu harga diri yang bila mana jika kehormatan di jatuhkan maka akan terjadi pertumpahan darah yang sering disebut dengan "carok" nah sudah kalo udah yang namanya carok pasti tindak kekerasan yang melibatkan kedua belah pihak akan berseteru untuk mempertanhankan suatu kehormatannya dan otomatis kehormatan keluarganya yang ujung-ujungnya juga merugikan satu sama lain belum lagi ketika salah satu keluarga yang kalah tidak terima dengan kekalahan keluarganya maka dendam pun akan berlanjut hingga salah satu dari perseteruan merelakan untuk menyepakati perdamaian.
Nalar Lebih, Malah Gila (Otak Basah)
di saat otak gua mulai kusam, bergerilyalah semacam toxin yang mulai mencemari setiap peredaran darah dari yang tadinya merasa gelisah sekarang malah tambah sumpek dan cenderung agak kebingungan dengan semua aktivitas yang terlanjur jadi sibuk dan mulai dengan hal-hal yang sangat absurd dan sama sekali gak ada untungnya mulai dari kegiatan perkuliahan sampai kegiatan di warung kopi, semua hampir ku ikuti dan gak pernah bolong absen ya tentunya untuk ngopi agenda rutin dan lumayan untuk bikin otak tambah tegang, aku sadar bahwa semua yang kulakukan semua kegiatan yang saat ini dan kemarin-kemarin hari adalah kegiatan yang bukan kegiatan seorang mausia apa ada manusia yang kuliah dengan mata yang belor, otak yang agak miring, setengah nyawanya masih di awang-awang, dan parahnya kuliah sambil nguntit di belakang dosen, nulisnya di buku catatan bukan pelajaran malah grafiti, dan coretan-coretan abstrak lainnya apa ada manuisa yang duduk di warung kopi depan kampus sampai esok menjelang pagi.
Sadarmu Dalam Hangat (Iyakan Kau)
Irama bernyanyi mengundang harmonisasi, akankah selalu kau jadikan bara api untuk menghangatkan diri? sebelum kau mati di ujung duri, tanpa kau sadari semua sudah tak berarti, seakan kau hina bernyanyi, lantas apakah mau untuk menari, bukan hanya kau akan menari. kau mengerti bahwa biasanya terasa sunyi, suara keras tak mampu memecah arti, teruskan kau seperti ini. maka kau tak perlu berhenti cukup kau nikmati bara api.
sekarang bara api mulai surut tergantikan oleh mentari yang pagi ini mulai nampak dengan sedikit mengiba kepadamu yang telah merana, tak susah bagi mentari untuk menghangatkanmu, kau pun tak perlu risau untuk kegelapan yang sering mendekapmu, walaupun ada kalanya mentari digantikan oleh bintang yang paling dekat denganmu, katakan jika kau ingin hangat, esok lagi kau akan rasakan betapa hangat dekap sang mentari, walau dalam harap mentari memeluk sekedar memberikan apa yang kamu angankan, tapi hal sangat mustahil, mentari terlalu panas cenderung akan membakar kulitmu, mentari menginginkan kau bahagia tapi dengan caranya sendiri,
Hai kau (shieapa?)
Mata terpejam angin mulai melepas penat, dikala datang senja menyapa gelombang pasang di laut timur, mendamba tak peduli entah itu siapa, ku bergegas menitih jejak yang kau tinggalkan, sejenak melepas penat behenti di kedamaian, tak kurasa semua terlena dengan kedamaian yang kau berikan, ku percaya sampai semua terpana, hanya kau sosok pendusta yang tiada kira ku percaya, hai kau pendusta.
Sampaikan salamku hanya untuknya, sapalah dia jika kau temui dalam duka, merana jauh kesudut sepi, dukamu tak seindah waktu yang lalu, mereka sudah tak tahu ingin kemana dalam gelap kau selalu berlindung, kau kusamkan wajah seolah orang tak tahu apa yang akan kau kerjakan, aku disini masih berharap sejuta kepercayaan padamu, hai kau pendusta.