Posted by : Hery Amariansyah Saturday, 15 March 2014

Masih berputar mengitari ruang yang sama dan masih belum ada niat untuk beranjak ke ruang lain, hari-hari berlalu tanpa tegur sapa merasa tak pernah kenal sebelumnya, pernah sesekali melintas benak tentang bagaimana parahnya keadaan saat ini, hasrat hanyalah hasrat semua tergantung pada letupan-letupan gengsi, kau mulai atau aku yang mulai, masih terlihat tebal gengsi saat bertemu cenderung kaku saat berpapasan denganmu, aku tak paham apa yang ada dibenakmu karena untuk saat ini kurasa cukup dulu untuk membuat sandiwara yang tidak sengaja tercipta sehingga nampak seperti sudah kita sepakati ada dikehidupan nyata, hari berlanjut hingga titik jenuh kembali hadir menyapa kita, kaupun Nampak dengan segudang jenuh tergambar jelas di halaman muka bukumu, kabar tentangmu semakin sering terdengar, muka bukupun jadi coretan dan saksi jelas keraguanmu, saat berpapasan disudut senggang halaman muka buku.

Seperti kecoa mulai menggeliat karena saking bosannya terjebak didalam cangkir kopi, aku pun ingin hidup dengan tenang dengan kawanan kecoa lain, apa dikata sudah terlanjur terjebak dalam lubang cangkir, semua hanya bergantung kepada gengsi kita masing-masing hingga kita pun akan sibuk dengan irama dan nada yang hanya itu-itu saja, kenapa kita bertemu? Saat itulah aku berfikir mungkin kita bertemu hanya untuk tidak saling bertegur sapa, kita terlampau jauh memiliki kesamaan, paling besar kita memiliki pola gengsi yang sama besar, semua karena beban rasa, menuntut mengerti semua apa-apa saja yang sama sekali tidak sama, untuk menjadi sebuah kesamaan, semacam kau sudah mengerti jika semua ini hanya sandiwara yang sudah kita sepakati sebelumnya.

Sengaja atau tidak, hasrat membebani untuk peduli, tapi naluri mengatakan untuk segera pergi meninggalkan hasrat, supaya tak membebaniku untuk peduli, dilain sisi terdengar bisik seolah mengajak untuk kembali bertegur sapa denganmu, apa ini yang dinamakan rindu, mulai terasa aneh diorgan dalam, mulai dari otak, jantung, hati, hingga jiwapun terganggu dengan suasana sulit untuk menempatkan rasa, hanya kurasa gensi untuk mengakui, melupakan diri adalah salah satu saran dari orang tua yang sering menyebutnya lali jiwo, aku tak pernah merasa jika posisimu dan posisiku saat ini salah, hanya saja kurang tepat. Untuk saat ini usaha yang masih ku lakukan adalah saran lali jiwo dalam artian aku bukanlah aku, aku hanyalah pemeran dalam sandiwara palsu yang tidak sengaja kita ciptakan.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Berlangganan Sinyal FX?

JustForex

Followers

Popular Post

- Copyright &SHIE; artorlife -Diberdayakan- Powered by Blogger - Designed by SHIE -