- Back to Home »
- Catatan Menikung , serba-serbi »
- HARI WANITA INDONESIA
Posted by : Hery Amariansyah
Tuesday, 29 April 2014
Peringatan dan perayaan hari Kartini nyaris tanpa
esensi. Yang
diingat dan dilihat mengenai
emansipasi wanita, kesetaraan gender, dan mengenang sosok pahlawan perempuan di era kemerdekaan Indonesia. Akan
tetapi para perempuan biasa
memperingatinya dengan kontes busana, kecantikan, kemolekan, dan
eksotisnya kaum hawa. Berwujud mengenakan sepasang konde sampai kebaya, dan berlenggak-lenggok di
atas panggung. Lantas apa
kata seorang Kartini? Jika hari yang mengharumkan namanya itu diperingati sebatas
memperlihatkan kecantikan dan kemolekan sosok perempuan yang
berias dan memakai aksesoris? Tidaklah sesempit
ini makna yang dimaksudkan Kartini ketika menulis surat-surat yang kemudian diarsipkan dalam buku Habis
Gelap Terbitlah Terang. Padahal ada makna dalam yang disampaikan oleh sosok Kartini dalam surat-suratnya, yakni makna menulis surat-surat itu sendiri. Menulis adalah senjata bagi siapa yang mau diakui dan
tetap ada. Ketika itu Kartini
menulis, maka Kartini ada.
Dalam surat-suratnya Kartini membahas pemaknaan emansipasi wanita. Emansipasi wanita adalah
penyetaraan hak bukan penyetaraan
kedudukan. Baik
laki-laki maupun perempuan Sama-sama memiliki hak mendapat pendidikan, bersuara, berserikat dan dapat
perlakuan baik oleh
siapa pun. Kodrat wanita dengan lelaki pasti tak bisa disamakan. Hak itu bisa
sama, tapi kewajiban pasti
juga berbeda. Jangan samakan kedudukan perempuan dalam hal ibadah
ritual. Jangan pula dibedakan wanita itu lemah dan lelaki itu kuat. Banyak
wanita lebih kuat dari lelaki, begitu sebaliknya.
Jika demikian, yang menilai bahwa kesetaraan
dalam berbagai hal yang
diinginkan mungkin sudah mulai jelas. Ada perempuan jadi tukang ojek, tukang
ronda, calo tiket,
wanita karir, presiden, wakil rakyat, dan bahkan kepala keluarga atau kepala rumah tangga. Namun
dalam tataran dan normatif
sosial yang ada dalam masyarakat, perempuan mempersiapkan generasi masa
depan dengan mendidik putra-putrinya jauh lebih berharga ketimbang ia harus
sibuk di luar rumah ketimbang
mulai membiasakan diri sebagai seorang yang mengabaikan rumah tangganya.
Jadilah pahlawan sesungguhnya,
perempuan dinilai penting
untuk mempersiapkan generasi penerus pejuang masa depan bangsa.
Namun kembali kepada sosok Kartini dan hari
peringatannya. Meski banyak yang menggugat pengkultusan Hari Kartini. Jelas ini bukan salah Ibu
Kita Kartini putri sejati dan putri
dari Indonesia yang harum namanya, Sejarah yang dipaksa agar siapa pun tahu Kartini yang dekat dengan kaum penjajah Belanda. Sejarah dipaksa
biar Kartini wanita Jawa itu ada nama dalam buku sejarah kita. Beda dengat Cut
Nyak Dien yang diburu penjajah Belanda hingga dipenjara atau perempuan dari daratan Nangroe yaitu Keumalahayati, perempuan pertama didunia yang menjadi Laksamana Laut memimpin selat malaka dan
membunuh seorang belanda Cornelis De Houtman yang mengetahui jalur rempah yang
ada di nusantara dengan duel satu lawan satu, atau sosok Rohana Kudus yang mendirikan Sekolah
Kerajinan Amal Setia di Ranah Minang, ia juga seorang jurnalis. Dan ada ahli
pemerintahan dan sejarah dari Sulawesi Selatan, dan Siti Aisyah We Ten Riolle dan
perempuan-perempuan pejuang lainnya.
Tak ada yang benci maupun
tidak suka pada Kartini, namun
perlulah diingat bahwa makna dari hari Kartini itu tidak hanya sebatas
menampilkan, memamerkan; keelokan, kecantikan, keanggunan para kaum hawa. Perlu
diingat juga hari kartini yang juga merupakan simbolik dengan sebanyak itu
pahlawan perempuan yang berani angkat senjata dan memperjuangkan negara. Seolah setaralah derajat para pejuang
perempuan dalam membela nusantara pada waktu lampau, mereka para wanita yang langsung terjun
kelapangan merubah nasib para wanita. Memberikan pendidikan, pemahaman, tuntutan perlakuan baik oleh siapa pun
agar tidak ditindas dan dijajah bangsa Belanda dan memperjuangkan nasib para kaum hawa agar
lebih baik dalam hak kesetaraannya.