- Back to Home »
- TUGAS »
- UTOPIA DUNIA PENDIDIKAN DALAM BERMEDIA
Posted by : Hery Amariansyah
Saturday, 26 April 2014
Pendidikan
adalah salah satu proses penting yang mendasari suatu kemunculan
fenomena-fenomena sosial. dalam suatu masyarakat pendidikan era
globalisasi menuntut berbagai pihak dalam tataran sosial untuk aktif berperan dalam
menciptakan berbagai ragam sarana pendidikan, untuk saat ini media massa masih dianggap
sebagai sarana informasi yang memiliki peran penting bagi kalangan luas baik
kalangan menengah kebawah maupun kalangan menengah keatas.
Namun,
begitu banyaknya media massa seperti jenis media audio visual (TV) menganggap
bahwa mindset masyarakat luas
terhadap media yang harus memberikan informasi baik itu dibutuhkan masyarakat
atau kebutuhan terhadap informasi sengaja tercipta karena suatu tuntutan dalam hal
ekonomi atau bisnis permediaan. Banyak masyarakat telah terbuai oleh kemampuan
media; Promosi, iklan, dan pencitraan politik (hypnotivi) dalam menyampaikan berbagai informasi bersifat penting
atau tidak penting secara berulang untuk menjadi suatu kepentingan bagi publik.
Dalam arti kebutuhan publik kebanyakan hanya bersifat relatif dan terkesan
sudah memiliki settingan tersendiri. Hal ini biasa disebut sebagai teori agenda
setting media.
Ditinjau
dari sudut pandang publik terhadap media TV sebagai sarana yang mampu menompang
kebutuhan masyarakat luas dalam hal informasi, media saat ini mengarah kepada peran
media untuk menghibur dan informatif tapi cenderung mengabaikan kepentingan
publik, penampakan media semakin mengesampingkan nilai-nilai media sebagai
sarana informatif yang seharusnya juga diimbangi dengan peran media sebagai
sarana pendidikan bagi publik. Fenomena
seperti ini dikarenakan semakin banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan dalam
hal untuk menyampaikan informasi untuk kepentingan kelompok atau hanya bersifat
pencitraan dan yang paling berbahaya dan tidak dapat dipungkiri bahwa media TV
saat ini lebih mementingkan rating
untuk mengejar sebuah investasi dibidang periklanan. Maka perlu konsumen media
ketahui bahwa pada dasarnya media seperti TV adalah media yang sangat
berpengaruh dalam fenomena sosial yang terjadi pada saat ini.
Perlu
diketahui bahwa jumlah konsumen media TV di Indonesia kebanyakan adalah
masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus; anak-anak dibawah umur dan remaja usia
produktif, tingkat konsumsi dari masyarakat seperti ini cenderung sudah meng-amini
prosesi media sebagai sarana menghibur dan informatif seiring dengan tingkat
toleransi untuk pelanggaran-pelanggaran permediaan, contoh kasus permediaan sering
kita jumpai adalah penayangan film kartun (fiksi) rata-rata konsumen dari penayangan ini adalah
anak-anak dan kalangan remaja, tayangan tersebut sering mempertontonkan adegan
kekerasan, pelecehan, dan penyimpangan nilai-nilai sosial. Jika sekarang orang
bisa tertawa lepas melihat seseorang di TV sedang dilecehkan bahkan kalau
dinalar lagi kebanyakan adegan adalah sebuah adegan penyiksaan mental dengan
cara memukul, menyiram, membubuhi wajah dengan benda-benda yang tidak layak
dipublikasikan kepada publik walaupun dengan alasan hiburan meskipun ditambah
keterangan bahwa cuplikan tersebut merupakan adegan yang dilakukan oleh seorang
professional.
Ulah
media tanpa disadari secara tidak langsung berdampak bagi perilaku konsumen
media, setiap hari media dengan gencar mengesampingkan nilai empati dan simpati
terhadap sesama manusia buktinya masih banyak tayangan program TV mempertontonkan
karya-karya lawakan instan untuk kepentingan yang bersifat menghibur, semakin
sering hal-hal tersebut dipertontonkan dihadapan publik maka yang terjadi
adalah pembalikan makna bahwa yang biasa terjadi di TV maka itu adalah hal yang
wajar dalam persepsi realitas masyarakat. Padahal kita perlu tahu bahwa media
memiliki kemampuan dalam membesarkan atau mengecilkan sebuah realitas sosial baik
disengaja maupun tidak disengaja dalam publikasi tayangan melalui media TV.
Lalu
bagaimanakah seharusnya para penyelenggara media TV lakukan? Kita kaji ulang
masalah peran media terhadap publik. Dalam UU no. 32 tahun 2002 tentang
penyiaran poin D dengan jelas menerangkan bahwa lembaga penyiaran merupakan
media komunikasi massa yang mempunyai
peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, memiliki
kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial; hal ini
menjelaskan bahwa media penyiaran publik seharusnya memiliki syarat-syarat yang
harus dipenuhi dan dipatuhi untuk menjadi suatu media penyiaran yang tertib
hukum.
Masalahnya
media pada saat ini cenderung lebih mementingkan hiburan dibandingkan
nilai-nilai lain seperti kontrol sosial dan pendidikan. Efek dari praktek
ketimpangan dalam bermedia kini sudah banyak dirasakan oleh berbagai pihak,
antara lain kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya media sebagai sarana
pendidikan, masyarakat cenderung sudah terbiasa dengan media sebagai sarana
hiburan ketimbang media sebagai sarana pendidikan, realitas awal berdirinya
media TV adalah mengacu pada kebutuhan publik dalam hal informasi menyangkut
tentang kepentingan publik. Media lebih sering mempublikasikan mengenai gossip
miring seputar selebriti ketimbang program siaran pendidikan atau pesan layanan
masyarakat yang lebih bermanfaat, efek lebih parah bisa terjadi saat masyarakat
sudah menganggap bahwa media hanyalah sebagai sarana hiburan.
Saat
media telah menguasai persepsi masyarakat maka yang terjadi adalah media
sebagai panutan publik. Hampir setiap saat dan setiap waktu dituntut untuk
menghibur baik itu hiburan yang wajar maupun hiburan yang bersifat keterlaluan
dan dianggap sebagai hal lumrah atau wajar. Hampir 40% dari total penduduk
Indonesia masih belum memiliki kemampuan akademik yang cukup untuk memahami
betapa hebatnya ancaman media jika media-media telah menguasai sebagian besar
pola pikir masyarakat yang belum memiliki kemampuan akademik untuk memfiltrasi diri dari ancaman kuasa
media.
Menyikapi
hal-hal semacam itu sekarang sedang gencar-gencarnya wacana mengenai pendidikan
media literasi baik secara formal maupun informal, Media Literasi atau melek
media adalah suatu istilah yang digunakan sebagai jawaban atas maraknya
pandangan masyarakat tentang pengaruh dan dampak yang timbul akibat isi
(content) media massa; dimana cenderung negatif dan tidak diharapkan. Sehingga
perlu diberikan suatu kemampuan, pengetahuan, kesadaran dan keterampilan secara
khusus kepada khalayak sebagai pembaca media cetak, penonton televisi atau
pendengar radio.
Sudah seharusnya konsep melek media ini pun diterapkan
dalam penerapan sistem permediaan khususnya media TV yang berpengaruh aktif
terhadap masyarakat luas. Bila ditinjau lebih jauh lagi maka manfaat yang
ditimbulkan pada penerapan konsep melek media ini akan banyak bermanfaat bagi
konsumen media publik. Setidaknya penerapan konsep melek media juga menjalankan
fungsi media menjadi sarana yang mendidik juga sebagai sarana untuk melindungi
konsumen media dari kemungkinan-kemungkinan pembodohan masal dampak negatif dari
media publik.