- Back to Home »
- catatan kusam »
- Memutar Hari
Posted by : Hery Amariansyah
Monday, 8 September 2014
Asap di pagi itu serasa menyesakkan dada saat semua
terasa terlalu cepat, mengulas hari yang lalu hingar bingar matari
berlalu-lalang menembus cakrawala mengitari bersama kembalinya para burung
camar. Berkali-kali ia menghembuskan nafas panjang yang menandakan bahwa begitu
sesaknya untuk sekedar member ruang pada relung dada. Sewaktu ia mau beranjak
pergi dari bangku yang sejak tadi pagi ia singgahi mengumbar angan dan menyapu
kepenatan. Muram terasa di senja hari untuk segera beranjak dari bangku kecil
yang setia menemani saat semua manusia berlalu menandakan hari telah usai di nanti.
Sedikit demi sedikit ia mengepulkan asap untuk
sedikit memberikan rasa lega di hatinya. Temaram lampu di pinggir jalan
menemani langkah kecilnya menuju kesunyian yang masih ingin di nikmati di malam
pada saat bulan bersinar di ikuti oleh bias cahaya menyelubungi permukaan
bulan. Berhari-hari sampai sosok sang fajar memberi sedikit ilham di pagi hari
menyokong semangatnya yang perlahan mulai pudar. Ah, serasa hanya dirinyalah
yang paling hina di muka bumi ini.
Terpental jauh sampai tak sadarkan diri, ini adalah
akibat dari begitu banyaknya hal yang membebani hatinya untuk segera beranjak
pergi. Berat, hingga tak terpacaya kakinya sudah hampir tak bisa melangkah
lagi. Membuat hatinya ingin kembali ke hari dimana hari itu membuat hatinya
merasa lebih baik. Kembali untuk mengenang apa yang telah ia lakukan. Terperosok
jauh ia kembali menantang pagi yang ingin segera menjemputnya di hari senja
ini.
Merasakan, pudar dan hilangnya binar matari di senja
hari. Ia tersadar lagi terlalu lama ia meletihkan diri. Terlalu pulas ia di
hasut oleh angan di pagi lalu. Meratapi, menggunakan sebilah ingatan untuk
segera menyinari pundak harapan yang perlahan sudah mulai kusut di terkam angan
panjang.
Sekarang, ia mampu merasakan betapa sulitnya
melanjutkan hari. Walau hanya beban yang ada di hati. Mungkin semua akan menari
di ujung untuk menjunjung sanubari yang telah lama mati terbaring di dinding
nestapa yang sudah kusam tergores, tersayat, membuat bekas lebar untuk kembali
suatu saat nanti.