Luapan Emosi Sesaat
Aku meminta maaf untuk segala hal yang sudah pernah aku lakukan. Aku tak pernah menyesali setiap perbuatanku, aku hanya bisa memperbaikinya. Maafkan aku dan aku berterimakasih untuk semua kejadian yang pernah aku alami atau yang aku lakukan. Terimakasih telah memberikan aku banyak kejadian-kejadian yang tidak biasa. Terimakasih telah melatih sikapku dan segala tentang perbuatanku. Aku memohon kepada setiap makhluk yang pernah bertatap muka maupun yang bertegur sapa denganku. Entah itu nyata ataupun alam kesemuan yang pernah terbuat secara alamiah. Aku mengandalkan segala caraku untuk meminimalisir sebuah kerugian dari setiap kejadian. Aku selalu memperhitungkan tentang tepat atau tidak tepatnya sebuah kejadian. Maafkan aku jika masih sering mengeluh tentang kejadian-kejadian yang sama sekali tidak aku harapkan. Aku berterimakasih tentang kejadian semacam itu karena telah membuatku berdiri sampai saat ini. Aku berterimakasih. (Telang,15-03-2016)
Aku dan Sebagian dari Aku yang lain
Semua ada yang mengatur, jadi legakan saja setiap hembusan yang terasa sengal. meskipun tersendat-sendat hanya karena ruang yang sesak. Entah dimana ruang sesak itu tapi kalau bisa dipastikan ruang itu ada dekat, sangat dekat sekali dengan ulu hati. Terasa begitu sesak hingga aku sendiri merasa begitu kecil dan tak berdaya. Saat semua dari sebagianku ingin memeluk mereka-mereka lainnya. Tapi mereka-mereka lainnya sedang melakukan hal lain yang saat ini belum aku lakukan. Iya, aku tertinggal dengan sedikit terjungkal, mereka mengira aku akan baik-baik saja. Ah, apa yang aku fikirkan. Mana mau mereka-mereka ingin berbagi dengan luka yang saat ini ku miliki. Mungkin aku hanya akan membaginya dengan sang pemilik alam. Ini melegakan, setidaknya aku masih memiliki niat untuk melangkah lebih baik lagi. Setidaknya aku masih memiliki pondasi yang lumayan kuat untukku berdiri lagi dan melanjutkan hari.
Jika boleh tahu tentang hasil akhir dari sekian banyak ujian, aku hanya ingin semua langkah awal hingga akhirku terekam dengan jelas. Entah itu baik ataupun buruk. Akulah pelaku dari semua kejadian yang membentuk sebagian-sebagian dari diriku ini. Akulah yang bertanggung jawab atas banyak diriku sendiri. Aku ingin menceritakannya kelak jika sebagian-sebagian dari diriku sudah kembali dan akan kuulang-ulang cerita yang tak akan ada habisnya untuk kubanggakan. Aku memiliki sebagian-sebagian dari diriku untuk saat ini. Tapi tidak semuanya, sebagian-sebagian ini akan bertahan hingga akhir atau hanya menemani langkah saat kemarin hari atau akan berkumpul lagi sebagian-sebagian yang lalu dengan yang akan ditemui pada akhirnya.
Aku sendirinya akan tahu betapa beruntungnya jadi aku. Tidak semua orang bisa menjadi seperti diriku. Aku meyakini hal ini, karena setiap orang itu memiliki hal yang menarik dan unik di setiapnya. Bagian-bagian dari mereka mungkin saja aku dan bagian-bagian dari aku mungkin saja mereka. Karena sejak awal bagian-bagian banyak ini adalah satu kesatuan yang akan disatukan pada akhirnya. Aku hanya meyakini apa yang aku miliki dengan bagian-bagian yang masih tercecer dimana-mana. (Telang, 15-03-2016)
Berkabut lalu menghilang lagi
Aku meratapi pagi ini dengan penuh dendam di masa lampau. Tak pernah sirna pagi ini, ia tak pernah usai menyuguhkan keceriaan. Aku dendam dan ingin membalas kebaikan pagi. Dasar kau pagi! aku membencimu ketika pagimu terselimuti oleh kabut. Aku tak bisa menikmatimu pagi, aku menghirup kabut sebisaku. Akan ku hirup hingga tak ada lagi kabut yang menyelimuti keceriaan yang tertutup oleh kabut ini. Aku benci kau yang selalu berkabut. Aku benci aku yang selalu resah dan tak berdaya sekuat apapun aku saat menghirup kabut. Inginku menyapa sang fajar untuk membantuku menghalau kabut ini tapi apalah aku yang hanya bisa mengiba kepada sang fajar yang sudah sedari kemarin merenung.
Kau tau sendiri bahwa sang fajar pun murung dengan awan yang selalu menghitam. Sinarnya terhalang oleh awan pembenci. Aku sendiri adalah bagian dari apa yang disebut kebencian. Aku senang dengan keceriaan yang disuguhkan pagi, tapi semua terpaut dengan kabut, awan serta fajar. Aku bisa apa selain membenci mereka semua yang tak selalu sesuai dengan keinginanku. Maafkan jika ini memang terlalu egois karena aku terlahir dengan kebencian karena keceriaanku selalu terpaut dengan berbagai macam perihal itu. Aku mengatakan hal ini bukan karena aku kurang bersyukur tapi aku diciptakan untuk demikian.
(Telang, 14-03-2016)
Ruang dan Waktu Tetap Menjaga
Katanya beda sekali dengan apa yang sebelum-sebelumnya
terjadi.
Katanya apa yang ia alami saat ini pasti bertingkat.
Entah itu setingkat lebih tinggi atau lebih rendah.
Kesabaran serta ketabahan akan terus terpupuk seiring dengan
masalah baru yang akan datang.
Cobaan dan rintangan pasti datang berulang tapi pasti tak
akan sama dengan yang sebelum-sebelumnya.
Sudah bisa dipastikan semua akan datang dengan sendirinya.
Kesempatan untuk membenahi diri dan kualitas diri.
Entah untuk jadi yang lebih baik atau lebih buruk.
Semua tergantung dengan apa yang sudah kita usahakan.
Berterimakasih pada ruang dan waktu yang sudah sempat
memberikan banyak pengalaman untuk hal yang se fana ini.
Terimakasih untuk semua kenangan yang tetap tersimpan dalam
dimensi ruang dan waktu.
Mereka aman bersama usaha dan harapan yang berkembang di
setiap detiknya.
Angan dan Awan
Bagai angan terbentuk dari kepulan buih-buih. mereka terbang
menguap tak terkendali, berpencar menyebar menyeruak keberbagai penjuru mata
angin. Tapi kau akan tahu juga bahwasannya buih akan berkumpul dan menyatu lagi
di atas langit dan membentuk kumpulan awan. Begitu pun juga sebuah kisah dari
sang angan yang akan mulai mengejar bayangan untuk sebuah hasil berupa
cita-cita. Setelah itu bertahan sementara waktu untuk menanti turunnya kenangan
atas cita-cita yang telah tergapai. Walau dalam prosesnya yang panjang selalu
memberikan kisah yang tak selalu manis.
Perjuangan Yang Belum Berakhir
Aku meminta, memohon, mengerti dan menuruti. Namun, kau katakan bahwa akulah yang memanjakan egomu. Aku mulai memiliki manuver baru, aku tak meminta, memohon, mengerti dan menuruti. Namun, kau katakan bahwa aku tak lagi mencintaimu. Dari sekian banyak cara untuk meredam ego mu sepertinya tuntas kulakukan. Aku hanya ingin membahagiakan dirimu dengan sederhana. Aku tak bermaksud untuk ingin selalu menjadi yang kau prioritaskan.
Selama aku bukan hal yang ingin kau prioritaskan untuk waktu ini. Aku paham sepenuhnya tentang jalan pemikiranmu. Tapi aku tak paham tentang apa yang kau cari saat kau dikuasai oleh ego tingkat tinggi. Boleh kau katakan aku ini adalah laki-laki yang paling bebal dalam urusan niat dan pemahaman. Kamu tahu, aku hanya melakukan kewajibanku sebagai orang yang mencintaimu. Sampai nanti, hingga aku tak bisa lagi menunaikan kewajibanku sebagai orang yang mencintaimu.
(Telang, 14-03-2016)
(Telang, 14-03-2016)