Posted by : Hery Amariansyah Wednesday 1 January 2014

TUGAS MATA KULIAH SOSIOLOGI KOMUNIKASI

unijoyo.png


















ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2013-2014

KELOMPOK YANG MEMBAHAS MENGENAI PORNOTEKS.
MATA KULIAH SOSIOLOGI KOMUNIKASI KELAS A

APA ITU PORNO TEKS ?

Porno teks merupakan karya pencabulan (porno) yang ditulis sebagai naskah cerita atau berita dalam berbagai versi hubungan seksual,dalam berbagai bentuk narasi, konstruksi cerita, testimonial atau pengalaman pribadi secara detail dan vulgar, termasuk pula cerita porno dalam buku-buku komik, sehingga pembaca merasa seakan-akan ia menyaksikan sendiri, mengalami atau melakukan sendiri peristiwa hubungan-hubungan seks tersebut. Penggambaran yang detail secara narasi terhadap hubungan seks ini menyebabkan terciptanya theatre of the mind pembaca tentang arena seksual yang sedang berlangsung, sehingga fantasi seksual pembaca menjadi “menggebu-gebu” terhadap objek hubungan seks yang digambarkan itu.

CONTOH-CONTOH PORNO TEKS
Buku pelajaran yang diduga mengandung unsur porno
Buku paket pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas VI mengandung unsur porno ditemukan di SDN Polisi IV dan Gunung Gede, Kota Bogor, Jawa Barat. Peristiwa tersebut diketahui setelah salah seorang tua murid SDN tersebut melaporkan hal tersebut.  Dikutip dari komitesdnpolisi4.blogspot.com, Rabu (10/7), dipaparkan kalimat-kalimat dalam buku yang disusun oleh Ade Khusnul dan M. Nur Arifin itu. 
Di antaranya adalah kalimat "Jakunnya bergerak turun naik melihat kemolekan perempuan itu". "Akhirnya terjadilah peristiwa yang merenggut kegadisannya sekaligus menimbulkan tumbuhnya janin di perutnya." "Dari tempat paling hina dunia ini, warung remang-remang tempat dia menjajakan badan."
"Sosok jabang bayi yang meruak dari celah selangkangannya, pada kesadaran bahwa dia adalah perempuan yang sewaktu-waktu mudah dihempas oleh jerat nafsu." "Bergairahlah lelakiku. Aku ingin sekali menyempurnakan keinginanmu."

Tidak hanya itu, juga terdapat kalimat "Mereka tenggelam dalam pelukan dan ciuman." "Tangannya menggapai seakan meminta perempuan itu mendekat dan memeluk dirinya. Dan ketika perempuan itu terengkuh olehnya, pada telingan dia berbisik lirih. Gadis yang aku cintai."

"Dia pun gemetar dalam pelukan lelaki itu. Seperti lampu di kamar yang berpijar, dia merasa terbakar sendirian."




PORNO TEKS DALAM LIRIK LAGU
1. Mobil Bergoyang
Setiap malam di pinggir pantai mobil bergoyang
Tidak di pantai, tidak di hotel, orang bergoyang
Setiap malam di bawah lampu yang remang-remang
Ada patroli tapi tak peduli yang penting hepi
Lagu ini dinyanyikan Lia MJ bersama Asep Rumpi. Dari kata-kata yang dipilih sebagai sebuah lirik, memang sangat vulgar karena menggambarkan perilaku seks bebas dan tidak peduli dengan apa yang berlaku di masyarakat. Maka tak heran sepertinya jika lagu ini tak luput dari sorotan KPI.
2. Wanita Lubang Buaya
Wanita Lubang Buaya
Wanita kamu harus tahu
Mengapa lelaki buaya
Mau tahu jawabannya
Wanita punya lubang buaya
Ya, liriknya jika dibaca secara harfiah maupun tersirat tetap parah. Entah apa maksud pencipta lagu yang dinyanyikan Minawati Dewi ini. Yang pasti, lirik yang secara eksplisit melecehkan kaum wanita ini dianggap terlalu vulgar untuk dinyanyikan secara bebas.
3. Apa Aja Boleh
Ku cinta kamu, ku sayang kamu
Apa maumu bilang padaku
Aku kabulkan permintaanmu
Yang penting kamu jadi pacarku
Minta cium boleh, minta peluk bolehA
Apa aja boleh, semuanya boleh
Minta ini boleh, minta itu boleh
Apa aja boleh, semuanya boleh
Kalau dilihat, lirik yang dinyanyikan Della Puspita ini mungkin lebih soft sedikit. Namun jika dicermati lebih dalam, memang bisa menggambarkan konteks seks bebas di kalangan remaja. Menurut KPID NTB, lirik itu menceritakan kepasrahan seorang wanita yang rela menyerahkan segalanya mendapatkan sang pacar. Kalau menurutmu?
4. Hamil Duluan
Ku hamil duluan sudah tiga bulan
Gara-gara pacaran tidurnya berduaan
Ku hamil duluan sudah tiga bulan
Gara-gara pacaran suka gelap-gelapan

Lirik yang dilantunkan Tuty Wibowo begitu polos tanpa menggunakan pemilihan kata kiasan. Terang saja, lirik ini dianggap vulgar dan terang-terangan karena tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat untuk tidak hamil di luar nikah.
5. Maaf Kamu Hamil Duluan
Maaf kamu hamil duluan
Sudah masuk tiga bulan jalan
Kadang aku senang, kadang aku bimbang
Aku gak nyangka ku sudah jadi ayah
Hampir mirip dengan 'kisah' Hamil Duluan, lagu milik Ageng Kiwi ini juga menceritakan kekasihnya yang hamil 3 bulan tapi belum juga dinikahinya. Di sini, si pria masih bingung, tapi juga senang karena sudah menjadi ayah meski tanpa istri. Fiuh...
6. Melanggar Hukum
Apakah aku telah melanggar hukum
Bila mencintai suami orang lain
Adakah undang-undang yang melarangnya
Katakanlah aku melanggar pasal berapa
Tanpa perlu penjelasan panjang, lirik ini sudah jelas masuk daftar lirik vulgar. Bagaimana tidak, dari bait-bait pertama yang dinyanyikan Mozza Kirana ini saja sudah menerangkan tentang kenekatan seorang wanita yang mencintai suami orang lain. Ditambah lagi, wanita ini bagai menantang dan rela dimadu.
7. Mucikari Cinta
Rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
Sering engkau paksa diriku untuk melayani temanmu
Bila ku menolak siksaan yang ku terima
Oke, mungkin cerita di sinetron zaman sekarang ada yang cukup kejam dan vulgar. Tapi apakah bisa dibayangkan cerita-cerita vulgar seperti itu dituangkan dalam lirik lagu seperti yang dinyanyikan Rimba Mustika ini? Terlalu kreatifkah? Atau memang hanya mencari sensasi?
8. Ada Yang Panjang
Ada yang panjang, ada yang pendek
Ada yang lentur, ada yang bengkok
Pikiran lelaki mau nekat takut sendiri
Cari rejeki kok malah dicaci maki
Lirik Rya Syakila ini memang cukup menggoda. Bahkan jika diartikan secara negatif, liriknya bisa menjurus kepada hal-hal berbau vulgar. Namun di sini, Rya juga menegaskan bahwa lagu itu sekedar banyolan belaka dan tidak ada maksud lain. Mmm... but who knows?
9. 1 Jam Saja
Aku disentuhnya, aku dibuainya
Aku diciumnya, aku dipeluknya
Aku dicumbunya, aku dirayunya
1 jam saja oh mesranya
Walaupun tak begitu jelas dengan lagu berlirik singkat yang dinyanyikan Saski ini, KPID NTB beranggapan bahwa lagu ini termasuk daftar cekal karena menyiratkan perilaku pacaran yang terlalu vulgar hingga cenderung ke arah seks pra nikah.
10. Jupe Paling Suka 69
Kau elus-elus tubuhku
Kau belai-belai rambutku
Terpejam-pejam mataku
Aduh aduh aduh nikmatnya
Duh aduh aduh asiknya
Desah indahmu menusuk kalbu

ITU ADALAH MACAM-MACAM CONTOH PORNO TEKS
PENGARUH PORNOTEKS MEDIA MASSA DAN SELEKTIVITAS ORANG
TUA PEKERJA TERHADAP PERSEPSI PENGETAHUAN SEKSUAL
REMAJA

bahwa pornografi dapat menimbulkan kecanduan justru pada anak-anak dan remaja yang pandai (Sumber : www.Paramadina.co.id). Sedangkan pada tanggal 25 Maret 2007 LIPI juga mempersentasikan penelitiannya mengenai ketagihan anak dalam mengakses tayangan pornografi baik di media online maupun film, VCD ataupun DVD porno dan membaca majalah/buku porno yang kemudian mendorong untuk melakukan hubungan seks di luar pernikahan.

Mencermati fenomena ini, sangatlah mengkhawatirkan jikalau pembacanya justru mengkonsumsi pornoteks media tak hanya sajiannya saja yang bersifat non fiksi tetapi justru membelinya hanya akan membaca sajian fiksinya yang berbau esekesek atau berbau pornografi tersebut. Terutama bagi kalangan remaja yang memiliki orang tua pekerja sehingga beberapa jam waktunya di rumah sepulang sekolah tanpa perhatian kedua orang tuanya. Mengingat pertumbuhan psikologis remaja sangat rentan dalam hal seksual. Jika tak mendapatkan pengarahan yang tepat dikhawatirkan masa depan mereka menjadi taruhannya. Sajian-sajian berita non fiksi dan fiksi di media cetak seringkali memberikan pengaruh yang sesuai dengan fungsi yaitu sejalan dengan sajian informasi (fungsional), tetapi dapat juga memberikan pengaruh yang menyimpang dari informasi yang ditayangkan (disfungsional), jika dikaitkan dengan akibat apabila sajian yang diinformasikan tak sesuai dengan usia pembacanya. Sehingga dikhawatirkan bisa merangsang perilaku agresif secara seksual seseorang. Disfungsional juga bisa dikaitkan dengan adanya perubahan jadwal pola hidup keseharian.

Banyaknya aktivitas sehari-hari yang dilakukan orang tua di luar rumah, secara langsung berpengaruh terhadap intensitas mereka dalam bertemu dan mendampingi anaknya sepulang mereka sekolah. Sehingga dimungkinkan jika anak-anak usia remaja yang memiliki aktivitas negatif sepulang sekolah tak bisa terdeteksi oleh kedua orang tuanya. Anak menjadi bebas dalam membaca sajian informasi yang tidak sesuai usianya, tanpa bisa membedakan apakah informasi yang bersangkutan sesuai dengan usianya ataukah tidak. Pada akhirnya hal ini akan berpengaruh pada perkembangan seksual dan mental remaja. Dampak tersebut berawal dari sedikitnya waktu orang tua di rumah, dan semakin bervariasinya sajian informasi media cetak
yang mengandung kategori pornoteks sehingga perhatian orang tua dalam menyeleksi informasi media cetak yang tak sesuai dengan usia anak dan pada akhirnya berpengaruh pula pada perilaku seksual anak atau remaja.


1. Terdapat hubungan antara pornoteks di media massa terhadap perilaku dan pengetahuan seksual remaja. Artinya, perbedaan mengadopsi atau mengonsumsi sajian pornoteks akan menyebabkan perbedaan perilaku dan pengetahuan seksual mereka.
2. Terdapat hubungan antara selektivitas orang tua pekerja dan perilaku dan pengetahuan seksual remaja . Artinya, perbedaan selektivitas pornoteks yang diterapkan orang tua akan menyebakan perbedaan perilaku dan pengetahuan seksual mereka.
3. Terdapat hubungan antara pornoteks pada media massa dan selektivitas orang tua pekerja terhadap perilaku pengetahuan seksual remaja.

Adanya aktivitas orang tua di luar rumah sebagai pekerja diperkirakan dapat mengurangi perhatian untuk menyeleksi informasi yang mengandung pornoteks di media massa yang tidak sesuai dengan usianya sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh pula terhadap perilaku dan pemahaman pengetahuan secara seksual. Baik itu berkaitan dengan intelektualitas, fantasi yang berlebihan sehingga cenderung berefek negatif, atau merosotnya nilai-nilai moral anak. Sesuai dengan teori empirisme dalam buku Kartini Kartono (1990:138) dengan tokoh Francis Bacon (Inggris, 1561-1626) dan John Locke (Inggris, 1632-1704), yang berpendapat bahwa
: “ Pada dasarnya anak lahir di dunia, perkembangannya ditentukan oleh adanya pengaruh dari luar, termasuk pendidikan dan pengajaran”.

Dianggapnya anak lahir dalam kondisi kososng, putih bersih seperti mejalilin (Tabola Rasa), maka pengalaman empiris anaklah yang bakal menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak. Kaitannya dengan fantasi yang dalam psikologi berarti daya jiwa untuk menciptakan tanggapan-tanggapan baru atas bantuan tanggapan-tanggapan yang telah ada (lama), spontan terkadang tanpa disadari, mudah sekali berubah, dan bersifat menciptakan sesuatu yang baru. Anak usia remaja yang mengkonsumsi informasi yang mengandung unsur pornoteks yang tidak diseleksi terlebih dahulu di mana informasi tersebut tidak sesuai dengan usianya, maka cenderung akan timbul fantasi yang negative. Dr. Maria Montessori dalam buku karangan Abu Ahmadi (1991:65) berpendapat bahwa ;” Fantasi anak dalam perkembangannya harus dibatasi tidak boleh dibiarkan seleluasa mungkin, sebab jika fantasi tidak dibatasi dapat menghambat kemandirian anak-anak, menjadi tidak realistis”. Selain kedua hal tersebut di atas, moral juga merupakan salah satu aspek yang dapat berpengaruh oleh informasi yang tidak sesuai dengan usia anak. Karena pada dasarnya perkembangan moral anak dapat dipengaruhi dengan keberadaan informasi yang mengandung pornoteks. Periode maturasi seksual yang mengubah seorang anak menjadi orang dewasa yang matang secara biologis yang mampu melakukan reproduksi seksual. Pubertas dimulai dengan periode pertumbuhan fisik yang cepat yang disertai oleh perkembangan bertahap organ reproduksif dan karakteristik seks sekunder (perkembangan payudara pada perempuan, jakun pada lelaki, dan tumbuhnya rambut pubis pada keduanya). Terrdapat variasi yang luas dalam usia di mana pubertas dimulai dan kecepatan perkembangannya. Sebagian anak perempuan mencapai menarche (periode menstruasi pertama) sedini usia 11 tahun, yang lain selambatnya usia 17 tahun, rata-rata usia adalah 12 tahun 9 bulan. Anak lelaki ratarata mengalami percepatan mature dua tahun lebih lambat jika dibandingkan dengan anak perempuan. Mereka mulai mengalami ejakulasi dengan sperma hidup di suatu saat antara usia 12 dan 16 tahun, dengan rata-rata usia 14,5 tahun (Atkinson,2007:189). Oleh karenanya adalah sesuatu yang sangat riskan jika remaja tak bisa mengendalikan insting birahi yang menderanya setelah mengkonsumsi informasi yang mengandung pornoteks di media massa.

Pornoteks Media Massa
Insting birahi itu sendiri salah satunya terstimuli dengan adanya informasi yang bersifat pornografi di media massa. Saat ini ketika masyarakat sudah terbuka, kemajuan teknologi komunikasi terus berkembang, maka konsep pornografi juga telah bergeser dan berkembang. Oleh karenanya secara garis besar, dalam wacana porno atau penggambaran tindakan pencabulan (pornografi) kontemporer, terdapat beberapa varian pemahaman porno yang dapat dikonseptualisasikan, seperti pornografi, pornoteks, pornosuara dan pornoaksi. Dalam kasus tertentu semua kategori konseptual itu dapat menjadi sajian dalam satu media, sehingga melahirkan konsep baru yang dinamakan porno media, yang oleh Bungin (2009:341-144) dibagilagi menjadi beberapa jenis berikut ini ;

a. Pornografi, konsep ini paling umum dikenali karena sifatnya yang mudah dikenal, mudah ditampilkan, dan mudah dicerna. Pornografi merupakan gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia dengan sifat yang seronok, jorok, vulgar, sehingga membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual. Pornografi dapat diperoleh dalam bentuk foto, poster, lieflet, gambar video, film, gambar VCD dan alat visual lainnya yang memuat gambar atau kegiatan pencabulan (porno).

b. Pornoteks, merupakan karya pencabulan (porno) yang ditulis sebagai naskah cerita atau berita dalam berbagai versi hubungan seksual,dalam berbagai bentuk narasi, konstruksi cerita, testimonial atau pengalaman pribadi secara detail dan vulgar, termasuk pula cerita porno dalam buku-buku komik, sehingga pembaca merasa seakan-akan ia menyaksikan sendiri, mengalami atau melakukan sendiri peristiwa hubungan-hubungan seks tersebut. Penggambaran yang detail secara narasi terhadap hubungan seks ini menyebabkan terciptanya theatre of the mind pembaca tentang arena seksual yang sedang berlangsung, sehingga fantasi seksual pembaca menjadi “menggebu-gebu” terhadap objek hubungan seks yang digambarkan itu.

c. Pornosuara, yaitu suara, tuturan, kata-kata dan kalimat-kalimat yang diucapkan seseorang, yang langsung atau tidak langsung, bahkan secara halus atau vulgar melakukan rayuan seksual, suara atau tuturan tentang objek seksual atau aktivitas seksual. Pornosuara secara langsung atau tidak member penggambaran tentang objek seksual maupun aktivitas seksual kepadalawan bicara atau pendengar, sehingga berakibat kepada efek rangsangan seksual terhadap orang yang mendengar atau penerima informasi seksual itu.

d. Pornoaksi, merupakan aksi gerakan,lenggokan, liukan tubuh, penonjolan bagianbagian tubuh yang dominan member rangsangan seksual sampai dengan aksi mempertontonkan payudara dan alat vital yang tidak disengaja atau disengaja untuk memancing bangkitnya nafsu seksual bagi yang melihatnya. Pornoaksi pada awalnya adalah aksi-aksi subjek-subjek seksual yang dipertontonkan secara langsung dari seseorang kepada orang lain, sehingga menimbulkan rangsangan seksual bagi seseorang termasuk menimbulkan histeria seksual di masyarakat.

e. Pornomedia, dalam konteks media massa, pornografi, pornoteks, pornosuara dan pornoaksi menjadi bagian-bagian yang saling berhubungan sesuai dengan karakter media yang menyiarkan porno tersebut. Namun dalam banyak kasus, pornografi (cetak-visual) memiliki kedekatan dengan pornoteks, karena gambar dan teks dapat disatukan dalam media cetak. Sedangkan pornoaksi dapat bersamaan pemunculannya dengan pornografi (elektronik)karena ditayangkan di televisi. Kemudian pornosuara dapat bersamaan muncul dalam media audiovisual, seperti televisi, ataupun media audio seperti radio dan media telekomunikasi lainnya seperti telepon. Bahkan varian-varian porno ini menjadi satu dalam media jaringan, seperti internet yaitu yaitu yang sering dikenal dengan cybersex, cyberporno dan sebagainya. Agenda media tentang varian pencabulan (porno) dan penggunaan media massa dan telekomunikasi ini untuk menyebarkan pencabulan tersebut inilah yang disebut sebagai pornomedia.
Dengan demikian, konsep pornomedia meliputi realitas porno yang diciptakan oleh media, seperti antara lain gambar-gambar dan teks-teks porno yang dimuat di media cetak, film-film porno yang ditayangkan di televisi, cerita-cerita cabul yang disiarkan di radio, provider telepon yang menjual jasa suara-suara rayuan porno dan sebagainya serta proses penciptaan realitas porno itu sendiri seperti proses tayangantayangan gambar serta ulasan-ulasan cerita tentang pencabulan di media massa, proses rayuan-rayuan yang mengandung rangsangan seksual melalui sambungan telepon, penerbitan teks-teks porno dan sebagainya. Pornomedia dalam berbagai bentuk pernah diekspose oleh media massa yang memiliki kecenderungan penyajiannya terdorong oleh beberapa kondisi sebagai

berikut;
(1) Ketika media telah kehilangan idealisme
(2) Ketika media massa tirasnya terancam menurun
(3) Ketika media massa perlu bersaing dengan sesama media
(4) Ketika media baru memposisikan dirinya di masyarakat
(5) Ketika masyarakat membutuhkan pemberitaan pornomedia.


Anak-anak dalam hal ini remaja, karena mereka hanya memiliki beberapa pengalaman hidup, merupakan target utama untuk sosialisasi pesan. Remaja juga subjek keprihatinan tentang efek sosialisasi media massa. Masa remaja merupakan periode perubahan besar selama masih ada ketegangan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Selama ini waktu, remaja mulai membangun kemerdekaan dari keluarga mereka, menjadi lebih berorientasi pada hubungan dengan teman-teman dan integrasi dengan kelompok sebaya, mulai membentuk identitas seksual mereka, dan menetapkan hubungan romantis dan seksual, juga, mereka mulai pindah ke peran orang dewasa dan menerima tanggung jawab orang dewasa (Strasburger, 1995).
Peran-peran baru ini disertai dengan banyak ketidakpastian. Karena televisi menarik dan mudah tersedia, remaja mungkin beralih ke media massa untuk informasi dan saran (Alexander, 1985; Johnstone, 1974).

Orang tua dan ulama prihatin bahwa media massa mungkin mendorong remaja untuk mencoba perilaku orang dewasa (seperti minum dan seks) sebelum mereka cukup dewasa untuk menangani konsekuensi, atau, media massa dapat menyediakan model untuk perilaku tidak sehat yang terkait dengan masa dewasa (misalnya, merokok). Banyak kekhawatiran tentang efek sosialisasi masih berfokus pada televisi sebagai sumber efek negatif (Strasburger, 1995), terutama yang paling sering menyaksikan program oleh remaja: musik video dan sinetron remaja adalah waktu minat dalam belajar dan bereksperimen dengan seks. Sayangnya, kebanyakan remaja mengalami kekurangan informasi mengenai pemahaman tentang seks. J. D. Brown, Childers, dan Waszak dalam M.Perse (2008:98) memberikan alasan bahwa media dapat menjadi sumber potensial efek pada pengetahuan seksual remaja dan perilaku:

(a) Mereka memiliki sedikit pengalaman (baik dalam tindakan atau observasi)
(b) Sumber informasi yang terbaik yaitu-orang tua dan pendidik enggan untuk memberikan informasi dan remaja mungkin malu untuk mendekati sumbersumber
(c) Takut terlihat bodoh dapat menyebabkan mereka untuk bergantung pada sumber
impersonal, seperti media massa.

Sayangnya, pesan media tentang seks sering tidak akurat dan tidak lengkap dan interpretasi remaja mengenai seks pada media memiliki kemungkinan salah karena belum dewasa. Penggambaran dan diskusi tentang seks sangat mudah ditemukan di hampir semua media, dari sinetron televisi, ilmiah, majalah dan buku, dan pembicaraan di radio menunjukkannya. Isi media massa dapat menjadi sumber efek pada pengetahuan dan perilaku seksual pada remaja. Greenberg (1994), M.Perse (2008:105) menyarankan bahwa paparan media yang mengandung seksual dapat menyebabkan beberapa efek untuk remaja:

(a) Perhatian yang lebih besar dengan masalah seksual,
(b) Persepsi bahwa seks adalah umum di antara orang muda,
(c) Penerimaan yang ekstra lebih besar dan seks pranikah, dan
(d) Keyakinan bahwa seks memiliki sedikit konsekuensi negative.

Terdapat bukti sederhana bahwa paparan konten media seksual terkait dengan sikap tentang seks dan perilaku seksual. Dalam penelitiannya tersebut ia menemukan bahwa paparan media massa pada adegan seks di luar pernikahan mempengaruhi nilai-nilai moral remaja usia 13 dan 14; peserta eksperimen lebih cenderung untuk menilai sebagai pendidikan atau informasi seksual yang "salah." Bandura (dalam M. Perse:114) menunjukkan bahwa jangkauan pengetahuan manusia sangat terbatas jika hanya dibatasi dengan apa yang kita bisa pelajari dari tindakan kita sendiri. Teori pembelajaran sosial adalah pendekatan yang melihat komunikasi massa sebagai agen yang berpotensi kuat dalam mengarahkan perilaku manusia. Dalam istilah sederhana, pembelajaran sosial menjelaskan bahwa orang bisa berperilaku menyerupai tindakan model yang mereka amati di media. Teori pembelajaran sosial kognitif adalah pendekatan yang menekankan pentingnya aktivitas mental sebagai prekursor untuk bertindak. Bahkan, faktor-faktor eksternal telah diprediksi menjadi dampak pada perilaku individu.

Pembelajaran sosial bukanlah proses yang sederhana, didasarkan pada pengamatan sederhana perilaku diikuti oleh imitasi. Pembelajaran sosial adalah motivasi proses kompleks yang ditandai oleh empat proses: perhatian, retensi, produksi, dan motivasi. Meskipun jelas bahwa beberapa atribut konten media meningkatkan kemungkinan perhatian, hal ini merupakan mental belajar pada perilaku yang mengintegrasikan ke dalam pengetahuan sebelumnya. Pembelajaran sosial adalah sebuah proses belajar yang melibatkan tindakan kognitif dan
keterampilan. Karena pembelajaran sosial berpendapat efek jangka panjang, perilaku
model harus memiliki beberapa jenis representasi kognitif. Beberapa perilaku dapat
diamati berkali-kali dalam belajar.

Hal yang akan menjadi sasaran pengamatan dari gejala tersebut adalah hubungan antara orang tua dan anak, dalam pengawasan dan pelarangan serta pembimbingan informasi yang mengandung pornoteks yang layak konsumsi anak usia remaja. Dikondisikan seorang pekerja yang merangkap sebagai seorang ibu rumah tangga, sebelum adanya deregulasi UU RI No.40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers, setelah sampai di rumah akan menghabiskan waktunya dengan beristirahat dengan melepas lelah dari kepenatan kesehariannya. Namun setelah diberlakukannya UU tersebut yang berarti isi dan konten media massa semakin bervariatif sehingga tak ada lagi pembatasan penyiaran dan informasinya baik terkategori sebagai informasi yang mengandung pornografi atau pornoteks.
Adanya aktivitas orang tua di luar rumah sebagai pekerja diperkirakan dapat mengurangi perhatian untuk menyeleksi informasi yang mengandung pornoteks di media massa yang tidak sesuai dengan usianya sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh pula terhadap perilaku dan pemahaman pengetahuan secara seksual.
Baik itu berkaitan dengan intelektualitas, fantasi yang berlebihan sehingga cenderung berefek negatif, atau merosotnya nilai-nilai moral anak. Sesuai dengan teori empirisme dalam buku Kartini Kartono (1990:138) dengan tokoh Francis Bacon (Inggris, 1561-1626) dan John Locke (Inggris, 1632-1704), yang berpendapat bahwa : “ Pada dasarnya anak lahir di dunia, perkembangannya ditentukan oleh adanya pengaruh dari luar, termasuk pendidikan dan pengajaran”.

Dianggapnya anak lahir dalam kondisi kososng, putih bersih seperti mejalilin (Tabola Rasa), maka pengalaman empiris anaklah yang bakal menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak. Kaitannya dengan fantasi yang dalam psikologi berarti daya jiwa untuk menciptakan tanggapan-tanggapan baru atas bantuan tanggapan-tanggapan yang telah ada (lama), spontan terkadang tanpa disadari, mudah sekali berubah, dan bersifat menciptakan sesuatu yang baru. Anak usia remaja yang mengkonsumsi informasi yang mengandung unsur pornoteks yang tidak diseleksi terlebih dahulu di mana informasi tersebut tidak sesuai dengan usianya, maka cenderung akan timbul fantasi yang negative. Dr. Maria Montessori dalam buku karangan Abu Ahmadi (1991:65) berpendapat bahwa ;” Fantasi anak dalam perkembangannya harus dibatasi tidak boleh dibiarkan seleluasa mungkin, sebab jika fantasi tidak dibatasi dapat menghambat kemandirian anak-anak, menjadi tidak realistis”.

Selain kedua hal tersebut di atas, moral juga merupakan salah satu aspek yang dapat berpengaruh oleh informasi yang tidak sesuai dengan usia anak. Karena pada dasarnya perkembangan moral anak dapat dipengaruhi dengan keberadaan informasi yang mengandung pornoteks. Periode maturasi seksual yang mengubah seorang anak menjadi orang dewasa yang matang secara biologis yang mampu melakukan reproduksi seksual. Pubertas dimulai dengan periode pertumbuhan fisik yang cepat yang disertai oleh perkembangan bertahap organ reproduksif dan karakteristik seks sekunder (perkembangan payudara pada perempuan, jakun pada lelaki, dan tumbuhnya rambut pubis pada keduanya). Terrdapat variasi yang luas dalam usia dimana pubertas dimulai dan kecepatan perkembangannya. Sebagian anak perempuan mencapai menarche (periode menstruasi pertama) sedini usia 11 tahun, yang lain selambatnya usia 17 tahun, rata-rata usia adalah 12 tahun 9 bulan. Anak lelaki ratarata mengalami percepatan mature dua tahun lebih lambat jika dibandingkan dengan anak perempuan. Mereka mulai mengalami ejakulasi dengan sperma hidup di suatu saat antara usia 12 dan 16 tahun, dengan rata-rata usia 14,5 tahun (Atkinson,2007:189). Oleh karenanya adalah sesuatu yang sangat riskan jika remaja tak bisa mengendalikan insting birahi yang menderanya setelah mengkonsumsi informasi yang mengandung pornoteks di media massa.

Insting birahi itu sendiri salah satunya terstimuli dengan adanya informasi yang bersifat pornografi di media massa. Saat ini ketika masyarakat sudah terbuka, kemajuan teknologi komunikasi terus berkembang, maka konsep pornografi juga telah bergeser dan berkembang. Oleh karenanya secara garis besar, dalam wacana porno atau penggambaran tindakan pencabulan (pornografi) kontemporer, terdapat beberapa varian pemahaman porno yang dapat dikonseptualisasikan, seperti pornografi, pornoteks, pornosuara dan pornoaksi. Dalam kasus tertentu semua kategori konseptual itu dapat menjadi sajian dalam satu media,

Dengan demikian, konsep pornomedia meliputi realitas porno yang diciptakan oleh media, seperti antara lain gambar-gambar dan teks-teks porno yang dimuat di media cetak, film-film porno yang ditayangkan di televisi, cerita-cerita cabul yang disiarkan di radio, provider telepon yang menjual jasa suara-suara rayuan porno dan sebagainya serta proses penciptaan realitas porno itu sendiri seperti proses tayangan-tayangan gambar serta ulasan-ulasan cerita tentang pencabulan di media massa, proses rayuanrayuan yang mengandung rangsangan seksual melalui sambungan telepon, penerbitan teks-teks porno dan sebagainya.

Anak-anak dalam hal ini remaja, karena mereka hanya memiliki beberapa pengalaman hidup, merupakan target utama untuk sosialisasi pesan. Remaja juga subjek keprihatinan tentang efek sosialisasi media massa. Masa remaja merupakan periode perubahan besar selama masih ada ketegangan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Selama ini waktu, remaja mulai membangun kemerdekaan dari keluarga mereka, menjadi lebih berorientasi pada hubungan dengan teman-teman dan integrasi dengan kelompok sebaya, mulai membentuk identitas seksual mereka, dan menetapkan hubungan romantis dan seksual, juga, mereka mulai pindah ke peran orang dewasa dan menerima tanggung jawab orang dewasa (Strasburger, 1995). Peran-peran baru ini disertai dengan banyak ketidakpastian. Karena televisi menari dan mudah tersedia, remaja mungkin beralih ke media massa untuk informasi dan saran (Alexander, 1985; Johnstone, 1974).

Orang tua dan ulama prihatin bahwa media massa mungkin mendorong remaja untuk mencoba perilaku orang dewasa (seperti minum dan seks) sebelum mereka cukup dewasa untuk menangani konsekuensi, atau, media massa dapat menyediakan model untuk perilaku tidak sehat yang terkait dengan masa dewasa (misalnya, merokok). Banyak kekhawatiran tentang efek sosialisasi masih berfokus pada televisi sebagai sumber efek negatif (Strasburger, 1995), terutama yang paling sering menyaksikan program oleh remaja: musik video dan sinetron remaja adalah waktu minat dalam belajar dan bereksperimen dengan seks. Sayangnya, kebanyakan remaja mengalami kekurangan informasi mengenai pemahaman tentang seks. J. D. Brown, Childers, dan Waszak dalam M.Perse (2008:98) memberikan alasan bahwa media dapat menjadi sumber potensial efek pada pengetahuan seksual remaja danperilaku:

(a) Mereka memiliki sedikit pengalaman (baik dalam tindakan atau observasi)
(b) Sumber informasi yang terbaik yaitu-orang tua dan pendidik enggan untuk memberikan informasi dan remaja mungkin malu untuk mendekati sumbersumber
(c) Takut terlihat bodoh dapat menyebabkan mereka untuk bergantung pada sumber
     impersonal, seperti media massa.

Sayangnya, pesan media tentang seks sering tidak akurat dan tidak lengkap
dan interpretasi remaja mengenai seks pada media memiliki kemungkinan salah
karena belum dewasa. Penggambaran dan diskusi tentang seks sangat mudah
ditemukan di hampir semua media, dari sinetron televisi, ilmiah, majalah dan buku,
dan pembicaraan di radio menunjukkannya. Isi media massa dapat menjadi sumber
efek pada pengetahuan dan perilaku seksual pada remaja. Greenberg (1994) dalam
M.Perse (2008:105) menyarankan bahwa paparan media yang mengandung seksual

dapat menyebabkan beberapa efek untuk remaja:
(a) Perhatian yang lebih besar dengan masalah seksual,
(b) Persepsi bahwa seks adalah umum di antara orang muda,
(c) Penerimaan yang ekstra lebih besar dan seks pranikah, dan
(d) Keyakinan bahwa seks memiliki sedikit konsekuensi negative.

Terdapat bukti sederhana bahwa paparan konten media seksual terkait dengan sikap
tentang seks dan perilaku seksual. Dalam penelitiannya tersebut ia menemukan
bahwa paparan media massa pada adegan seks di luar pernikahan mempengaruhi
nilai-nilai moral remaja usia 13 dan 14; peserta eksperimen lebih cenderung untuk
menilai sebagai pendidikan atau informasi seksual yang "salah."










































DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H.Abu.(1991). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta
Atkinson, Rita. Dkk.(2007). Pengantar Psikologi.edisi ke-11.Batam: Interaksara
Bungin, Burhan.(2008).Konstruksi Sosial Media Massa:Kekuatan Pengaruh Media
Massa,Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter
L.Berger&Thomas Luckmann.Jakarta:Kencana
Bungin, Burhan.(2009).Sosiologi Komunikasi :Teori, Paradigma dan Diskursus
Terknologi Komunikasi di Masyarakat.Jakarta:Kencana
Fisher, A. Aubrey.(1986). Teori-teori Komunikasi. Bandung : PT Remadja
Rosdakarya
Drever, James.(1986). Kamus Psikologi. Jakarta: Bina Aksara
Kartono, Kartini.(1990). Psikologi Perkembangan Anak. Bandung : CV Mandar
Maju
Perse, Elizabeth M.(2001).Media Effects and Society.New Jersey: Lawrence
Erbaum Associates
Siegel, S. (1992). Statistik Non Parametrik: Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT

Gramedia

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Berlangganan Sinyal FX?

JustForex

Followers

Popular Post

- Copyright &SHIE; artorlife -Diberdayakan- Powered by Blogger - Designed by SHIE -