- Back to Home »
- catatan kusam »
- Haruskah Atau Seharusnya
Posted by : Hery Amariansyah
Thursday, 3 July 2014
Aku mulai pening, memikirkan apa
hal yang saat ini sedang ia kerjakan. Berawal dari aktifitas menuju pemilu 2014
ini sampai awal bulan ramadhan. Seandainya semua kesalahan ini tidak berulang
mungkin sudah kelar masalah dan keluar sebagai solusi nyata. Mengeluarkan solusi
saja susah apalagi mencari masalah untuk membuat sebuah solusi yang benar-benar
berbeda. Apa semua sudah dilupakan sehingga tak pernah tampak proses seleksi
diri untuk menemukan sebuah solusi. Yang banyak terjadi hanya praktik-praktik
kolusi yang semakin hari semakin tampak dipermukaan. Sudah terlalu lelah. Tapi,
masih saja ngotot untuk tetap bercengkrama. Sampai-sampai rambut digelar di
atas bantal kumel kesukaannya. Tertidur lelap
merupakan kebiasaan barunya saat ini. Mungkin, dia hanya bosan dengan apa yang
ia kerjakan saat ini. Atau sekedar lupa akan profesinya saat ini.
Ah, itu hanya alibi atau memang
landasan dari segala upaya untuk menutupi kesalahan dan masalah yang diperbuatnya
saat ini. Cenderung menangkis semua pertanyaan yang ku buat. Memang suatu pertanyaan
tak lebih berbobot dibandingkan dengan mengangkat sebuah troli besi yang masih
di tanam dalam-dalam pada tiang pancung. Kotoran ini menjadi semakin runyam dan
semakin kusam tidak terarah. Tapi, masih nampak rapi pada tampilan luarnya. Kulit
yang di baluri dengan serpihan janji-janji. Daging yang mengitari tulang yang
sudah tertata rapi. Seolah semua terbungkus di dalam suatu selubung semu
kenyataan yang telah di manipulasi.
Apa kau tidak sadar. Aku masih
menunggu sebuah kepastian. Kita, mereka dan semua hanyalah alat untuk segera
menaiki panggung pesta pora. Lupakah kau, dengan kami yang selalu memperhatikan
setiap gerak-gerikmu. Hingga kau tak sadar akan janji-janji terlalu
muluk-muluk. Tanpa disadari semua akan terjadi dengan sendirinya. Maka jangan
sesali jika kami mengatasnamakan sebuah drama berkelanjutan. Dengan bersaksi
semua pasti kan kau bayar. Dengan upah perhatian yang selama ini kami berikan. Jangan
sekali, dua kali sampai sejuta kali. Semua apa yang kau lakukan terhadap kami, akan
kami terima dengan lapang hati. Sampai kami bosan di angka sejuta satu kali. Anggapan
untuk selalu memperhatikanmu setiap saat mulai sirna dan mulai beralih pandang
pada pergolakan batin yang kami rasakan saat ini. Kami tunggu, kami selalu
menanti. Harapan akan selalu terjadi di era kini sampai esok hari akan terbenam
dengan sendiri.