- Back to Home »
- puisi »
- Masihkah
Posted by : Hery Amariansyah
Sunday, 6 July 2014
Sesuatu itu sudah
terlupakan begitu lama.
Hingga saat ini sudah
kusam terlapisi diorama.
Mungkin, hanya akan
tersadarkan dengan sendirinya.
Melamun di saat semua
tergoyah menganut mata arah.
Diselingi dengan
denyutan arus aliran nadi.
Memalingkan hati nurani
demi kemaslakhatan bersama.
Mengarahkan kiblatnya
sesuai dengan perintah majikannya.
Terasa megah, semua
terlena karena terlalu sering di cambuk dengan doa.
Harapan-harapan yang
telah lalu, berlalu begitu saja.
Tanpa ada cermin tanpa
ada pantulan cahaya di belakangnya.
Mustahil, jika kau tak
menganut.
Jika menurutmu semua
sudah patut.
Masihkah ada secerca
harapanmu kemarin hari.
Hingga kau lupa sendiri
akan semua nostalgi doa-doa.
Di malam yang panjang
kau menangis.
Mengharap sesuatu itu
menjadi suatu kenyataan.
Tapi, mengapa kau
relakan semua doamu.
Di beli dengan harga
diri sosok pemalsu doa-doa.
Pemalsu semua angan,
tak akan mengiba kepadamu.
Jika memang benar,
semua hanya benar menurut pemalsu doa.
Bukankah kau sudah
menukarnya dengan kepercayaanmu.
Semua sungguh hina,
hingga dusta pemalsu doa tak kentara di mata.
Ku pastikan semua akan
terbangun.
Tersadar di saat doa
takkan lagi didendangkan untuk pemberontakan.
Kau akan berontak
karena kau tak memiliki doamu sendiri.
Kau akan berontak
karena doamu sudah terwakili.
Terwakili dengan
kehinaan sebuah doa pemalsu harapan.
Doanya semu, doanya tak
nyata, doa hanya untuk memenggal jiwa dan raga.
Sampai pada saatnya
jual-beli doa akan berlanjut.
Di akhir masa masih
berlaku dan kau sudah mengamini untuk menghambakan doa.
Doa, masih berdoa,
bibir pun bukan milikmu lagi.
Doa, masih berdoa, mau
kah kau sekedar menjual doa.
Doa, masihkah kau akan
mau untuk terus berdoa.
Sampai berhujung pada
padang arafah.
Jombang,
06 Juli 2014