Posted by : Hery Amariansyah Sunday 6 July 2014



Sesuatu itu sudah terlupakan begitu lama.
Hingga saat ini sudah kusam terlapisi diorama.
Mungkin, hanya akan tersadarkan dengan sendirinya.
Melamun di saat semua tergoyah menganut mata arah.
Diselingi dengan denyutan arus aliran nadi.
Memalingkan hati nurani demi kemaslakhatan bersama.
Mengarahkan kiblatnya sesuai dengan perintah majikannya.
Terasa megah, semua terlena karena terlalu sering di cambuk dengan doa.
Harapan-harapan yang telah lalu, berlalu begitu saja.
Tanpa ada cermin tanpa ada pantulan cahaya di belakangnya.
Mustahil, jika kau tak menganut.
Jika menurutmu semua sudah patut.
Masihkah ada secerca harapanmu kemarin hari.
Hingga kau lupa sendiri akan semua nostalgi doa-doa.
Di malam yang panjang kau menangis.
Mengharap sesuatu itu menjadi suatu kenyataan.
Tapi, mengapa kau relakan semua doamu.
Di beli dengan harga diri sosok pemalsu doa-doa.
Pemalsu semua angan, tak akan mengiba kepadamu.
Jika memang benar, semua hanya benar menurut pemalsu doa.
Bukankah kau sudah menukarnya dengan kepercayaanmu.
Semua sungguh hina, hingga dusta pemalsu doa tak kentara di mata.
Ku pastikan semua akan terbangun.
Tersadar di saat doa takkan lagi didendangkan untuk pemberontakan.
Kau akan berontak karena kau tak memiliki doamu sendiri.
Kau akan berontak karena doamu sudah terwakili.
Terwakili dengan kehinaan sebuah doa pemalsu harapan.
Doanya semu, doanya tak nyata, doa hanya untuk memenggal jiwa dan raga.
Sampai pada saatnya jual-beli doa akan berlanjut.
Di akhir masa masih berlaku dan kau sudah mengamini untuk menghambakan doa.
Doa, masih berdoa, bibir pun bukan milikmu lagi.
Doa, masih berdoa, mau kah kau sekedar menjual doa.
Doa, masihkah kau akan mau untuk terus berdoa.
Sampai berhujung pada padang arafah.
Jombang, 06 Juli 2014

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Berlangganan Sinyal FX?

JustForex

Followers

Popular Post

- Copyright &SHIE; artorlife -Diberdayakan- Powered by Blogger - Designed by SHIE -