- Back to Home »
- Catatan Menikung , event »
- Hardiknas, PAHLAWAN ? TANPA TANDA JASA ATAU TERSERTIFIKASI
Posted by : Hery Amariansyah
Sunday, 4 May 2014
sumber : google |
Hari pendidikan nasional yang diperingati
tanggal 2 Mei merupakan
tanggal yang bermakna bagi kalangan akademik ; siswa, guru, dan mereka yang merasakan berbagai manfaat dari
pendidikan. Pendidikan bagi sebagian kalangan sudah menjadi hal biasa, dan sebagian
lainnya menganggap sebagai hal yang sangat luar biasa. Kenapa demikian? Pendidikan saat ini masih
dirasa mahal, masih di anggap sebagai suatu tradisi yang membutuhkan daya
materi untuk membeli sebuah ilmu dari sebuah jenjang pendidikan baik formal
maupun nonformal.
Pendidikan sendiri untuk saat ini mulai
kehilangan pemaknaan sebuah arti mendidik yang sebenarnya bukan hanya sekedar
mendidik. Hal ini hendaknya perlu untuk dimaknai lebih luas lagi. Bahwa kegiatan mendidik,
bukan sekedar mengajar dan menyampaikan materi. Namun, perlu adanya pesan moral yang harus senantiasa
disisipkan ke dalam proses pembelajaran yang mendidik. Seperti
halnya suatu pembelajaran
dalam lingkup sosial, pada umumnya masyarakat merupakan kelompok sosial
menengah ke bawah dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Maka tidak bisa
disamakan dengan masyarakat yang berada di tingkat menengah keatas, ketimpangan
sosial menjadi tolak ukur keberhasilan suatu proses pendidikan. Hal
tersebut kurang disadari
oleh sebagian besar tenaga
pendidik kita.
Pemerintah mulai saat ini mulai melirik
pentingnya menyikapi fenomena sosial tersebut dengan mengarahkan tenaga
pendidik untuk menjadi insan pembaharu, pembentuk moral generasi bangsa. Dengan sistim
pendidikan yang ada, pemerintah mencoba untuk semakin meningkatkan mutu
pendidikan di negara ini. Berbagai kebijakan tentang pendidikan, dan tenaga
kependidikan telah banyak dilahirkan oleh jajaran pemerintahan.
Kini, tenaga pendidik dituntut
untuk senantiasa mengembangkan ilmunya seiring perkembangan jaman. Adanya sertifikasi guru/dosen
misalnya. Hal ini ditempuh melalui penelitian, pengabdian kepada
masyarakat, dan sebagainya. Walaupun di lapangan tidak sedikit diantara mereka
melakukannya dengan terpaksa, karena tuntutan profesi mereka. Tak sedikit pula diantara mereka yang
menempuh jalan pintas dengan membeli penelitian orang lain untuk kepentingan
sertifikasi mereka.
Kesadaran masing-masing individu baik dari tenaga pendidik maupun yang di didik, memang
harus dibangun demi kemajuan pendidikan bersama. Penghormatan murid kepada
gurunya tak lagi seperti dulu. Seorang
murid pada masa ini lebih menghargai seorang guru/dosen yang berkompeten di
banding dengan seorang guru/dosen yang hanya sekedar ecek-ecek atau semaunya
sendiri demi memenuhi kebutuhan pribadi sebagai seorang guru/dosen.
Tanggung jawab sosial yang dibebankan kepada seorang
pengajar untuk saat ini sudah sesuai dengan hak yang mereka terima. Dulu
bermula dengan julukan “pahlawan tanpa tanda jasa” sekarang pun beralih sebutan
menjadi “pahlawan bersertifikasi” yang merupakan embel-embel jasa sebagai seorang tenaga
pengajar. Kesadaran tentang beralihnya sebutan pun harus ditanamkan dari awal
bahwa yang mulanya “pahlawan tanpa tanda jasa” sebagai pengemban tututan
kebutuhan ilmu masyarakat adalah sosok yang berkompeten, tidaklah seharusnya
menjadi tidak berkompeten setelah mendapatkan sebuah sertifikasi dan berlipat
gandanya gaji. Lebih baiknya jika tuntutan guru/dosen bersertifikasi untuk
memotivasi sebuah keinginan untuk lebih berkompeten dalam mengajar dan mendidik
kaum akademik maupun nonakademik.(shie)