Posted by : Hery Amariansyah Monday, 19 May 2014

Hari-haru telah berlalu, semerbak wangi kebahagiaan sudah mulai tercium oleh irama dan nada batin yang kemarin hari bergejolak. Antara takut melawan naluri atau takut melawan nurani. Untuk saat ini aku mohon maaf atas pilihan yang telah menyudutkan naluri, yang kemarin hari naluri telah begitu jauh melangkah ke peradaban yang begitu mulia, hingga sampai akhirnya kutinggalkan semua, berharap ini memang pilihan yang terbaik untuk naluri ataupun nurani. Tak banyak omongan yang ingin kusampaikan pada kali ini, mungkin hanya sebait kata pedas yang akan melukai hati naluri yang dulunya masih ku pertahankan untuk mencari sebuah ketepatan hingga akhir kutemukan, tidak ada yang bisa tepat jika naluri di sandingkan dengan hati yang kian hari kian merajuk untuk segera pergi.
 Aku lelah, rasa itu pun semakin dalam saat tau naluri masih berusaha mencari posisi di cela hati yang paling dalam. Aku hanya takut semua tak akan jadi total. Saat aku bersatu dengan naluri saat aku mengesampingkan nurani, aku tak mau lagi kejadian di lampau hari menyakiti sosok naluri lebih dalam lagi. Semua butuh kepastian semua butuh kejelasan. Semua menuntut dan mengutuk apa yang ku perbuat selama ini adalah salah, hanya persepsiku yang kian kukuh tapi lama kelamaan kurasakan kikuk. Aku bosan bertahan dengan kepalsuan, yang itu juga kurasakan sakit yang terlalu dalam, sampai batin saja sempat mati hanya gara-gara kepalsuan. Dulu pun pernah ku tegaskan aku tak bisa. Tapi masih naluri meronta-ronta ingin dipaksa mengakui. Aku sempatkan hariku-haruku berlalu dengan naluri namun yang ada hanya kesemuan yang selama ini kubicarakan.
Aku tak pernah berbohong, aku juga tak pernah mengelak, yang terjadi hanyalah ketidak sengajaan karena mengikuti naluri. Hingga lama sekali nurani kutinggalkan, memang terasa degub-degub jantung yang kian hari kian keras berdentum. Namun bukan itu yang diharapkan. Degub jantung yang berarti nafsu hanya akan bertahan sementara. Aku tak mau semua juga terbuang percuma. Aku rela di benci hanya untuk kembali kepada esensi dan makna yang terjalin selama ini. Bukan kepalsuan, bukan kebinalan, bukan juga kebengisanku. Maaf jika ini memang terlalu sakit untuk kau dengarkan tapi  percayalah semua tak bisa di paksakan, hanya nurani yang bisa memilih kapan, dimana, siapa, apa, mengapa. Semua pertanyaanmu akan ku jawab dengan senyum. Aku mulai dengan hidup normal saat semua sudah mulai sadar akan arti sebuah ketidaknyamanan.


Bangkalan, 19 Mei 2014

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Berlangganan Sinyal FX?

JustForex

Followers

Popular Post

- Copyright &SHIE; artorlife -Diberdayakan- Powered by Blogger - Designed by SHIE -