Posted by : Hery Amariansyah Wednesday, 21 May 2014


Seolah hari ini banyak yang beda, terasa tidak seimbang antara apa yangada di benakku dan apa kenyataan  yang ada di hari ini. Semua kembali terasa miring, antara perasaan yang masih kalut dengan tampilan yang kian hari kian merengut, entah firasat apa yang di sampaikan alam kepadaku. Seharian penuh kulalui dengan bosan. Seharian penuh kulalui juga dengan penuh keriangan. Aku tak tahu setan apa yang menyambarku saat tadi magrib aku dihidangkan dengan nuansa firasat yang seolah berkata segeralah sadar dengan apa yang akan terjadi.
Hape berdering, “Minta tolong, di depan kampus katanya ada anak * dari kita lagi bermasalah!” sms datang dari jendral karbit.
“siapa cong, aku kok gak tau, kenapa dia?” aku bingung.
“ya coba di cek dulu, tolong!” sahut jendral karbit.
“siap jendral, laksanakan” pungkasku.
Langsung pada waktu itu aku yang lagi sibuk-sibuknya mencari wifi gratisan di kantin bersama kawan-kawan. Untuk mengerjakan tugas kuliah yang belum selesai sama sekali. Kutancapkan kontak sepedah motor berboncengan dengan Bagong, Petruk pun melesat menuju depan kampus dengan cepat.
***

Terlihat kumpulan remaja lagi mengkerubuti sesuatu yang seolah sedang di masa bersama-sama, setelah ku hampiri ternyata dia adalah si Gareng. Syukurnya, ternyata dia belum di masa. Ku coba mendengar cek-cok dari berbagai pihak yang mengecam si Gareng.
“kamu ini gimana, apa alasan kamu nulis” gak jelas seperti itu?” si Seno menyidik dengan matanya merah dengan wajah menggusar.
“kalo kamu nggak punya bukti, ngapain kamu tulis itu?” pertanyaan lain dari Broto yang sedari tadi sudah mengepalkan tangan.
“mungkin kamu nggak tau cara main yang benar sebagai orang yang menulis” tegasnya mengejek.
“kamu mau kami laporkan ke polisi? Kita tuntut gara-gara pencemaran nama baik kami” sahut Lastri yang memiliki mulut agak lebar dengan perawakan mendingan dari pada gitar Spanyol.
Si Gareng hanya lesu terdiam menatap kebawah memandangi alas tikar yang ada di geladak dengan tingkah konyolnya dengan memasang wajah tak bersalah, entah yang ia fikirkan apa. Yang pasti dia masih tetap bersikukuh pada pendiriannya. Bahwa dia benar untuk menulis sebuah tulisan yang menyulut emosi dan menyinggung komplotan Cengkareng sebuah perkumpulan muda-mudi berparas bringas namun kadang pula berparas layaknya daun talas.
Ku dapati sebisa mungkin informasi yang sekiranya ini bisa menjadi bahan untuk pembelaan si Gareng, karena dia sudah seperti kucing yang jatuh kedalam selokan wajah dan rambutnya basah karena keringat dingin, hingga Nampak bulir-bulir keringat sebesar biji jagung menghias wajahnya. Setelah bertanya kesana kemari aku dapat menyimpulkan bahwa Si Gareng ini telah membuat tulisan kritik sosial terhadap komplotan Cengkareng. Baru ingat aku, tadi siang diakan mengabari aku masalah tulisan yang ia tulis di lembar kenistaan mengenai komplotan Cengkareng. Sadarku perlahan.
“Ternyata efeknya sebesar ini” gumamku heran.
“ya mungkin, Si Gareng mau melakukan apa saja yang menurutnya benar, tanpa mengindahkan norma dan aturan sosial yang ada” aku semakin berfikir keras.
“semakin banyak saja hina-menghina dengan kata-kata yang kurang manusiawi” batinku semakin terheran kok sampai seperti ini.
“oh iya, coba aku lihat tulisanmu mas Gareng? Seperti apa penampakan dari tulisanmu yang mengerikan bagi orang-orang ini” Sidikku kepada Gareng
Di sodorkannya layar yang menampilkan barisan kata-kata yang sebagian telah di beri warna merah yang katanya telah di koreksi oleh si Kunto tetua dewan etik di kalangan Kurowo yang saat itu di temani oleh Banaspati.
Setelah aku melihat barisan-barisan kata yang memang emosional dan penuh dengan jelentrehan kata yang itu membuat  para Cengkareng semakin marah menanggapi tulisan ini, dalam batinku aku tertawa terbahak-bahak tapi aku pun iba kepada Gareng, tapi apa yang bisa aku bela? Kecuali Cuma memantaunya agar tidak ada yang melakukan kekerasan fisik padanya.
“Kamu dapat data-data darimana sumbernya?” Seno masih menegaskan keingin tahuannya.
“Aku dapat dari Tanya-tanya sama abang Bismo!” sahutnya tegar.
“ow jadi dari dia, okeh tak panggilkan dia kita lihat kesaksiannya atas kebenaran yang kau ucap!” sentak Seno mulai memencet layar handphone memanggil Bismo.
“Hallo, ini ada masalah sama anak yang menyangkut pautkan mu dengan masalah tulisan, katanya sumber dan data dari kamu!” matanya masih menelisik kepada Gareng.
“oh ya oke tak tunggu” di tutupnya telfon lalu melontarkan pertanyaan pada Gareng. “sekarang Bismo perjalanan mau kesini apa kau masih bertahan dengan pendapatmu?” tandasnya.
“iya mas,tapi aku kan sudah bilang aku tadi juga sudah minta maaf, tapi sekali lagi aku ndak mau kalau di suruh menghapus tulisanku!” jawabnya dengan nada sedang.
“okelah kalo kamu masih ngotot gak mau hapus tulisanmu! Kita lihat siapa yang benar-benar pecundang yang menyalahi aturan, setelah Bismo datang” sahut Seno.
Gareng hanya bisa menunduk lemas, seolah dalam batinnya ia berdoa. “semoga tuhan memberikan jalan yang terbaik bagi hambanya yang terjepit dan tak berdaya …. amiin”.
“Ada apa ini? Kok aku di sangkut-sangkutkan!” Bismo dating dengan muka yang tak berdosa.
“gini bang, tadi kan dia nulis ini, dan tulisan ini katanya sesuai dengan realitas karena ada narasumbernya, dan narasumbernya dari kamu, apakah benar bang?”selidik Seno.
“iya, yang mana Sen? aku tak merasa di wawancarai, aku tadi ya juga sempat ngobrol sama dia waktu nunggu pakde Dalbo nongol.” Jawab bismo mulai santai sambil melihat tulisan-tulisan Gareng.
“owalah tadi itu aku cuma ngobrol biasa masalah anak-anak dan juga akhirnya obrolan mengkerucut kepada komplotan Cengkareng mas yang katanya memiliki keegoisan dalam bersosial, ya tak kira Cuma Tanya-tanya biasa. Eh, malahan gak tahunya di jadiin narasumber buat tulisan dia” jawab Bismo mulai tergopoh-gopoh.
“jadi tanpa persetujuanmu dan tanpa kamu tau dia jadiin kamu narasumber? Kalo gitu ya memang harus di Binas*kan anak ini!”tegas Seno matanya mendelik seperti mau keluar.
“iya bang saya mengaku saya salah, saya siap di hukum dengan sangsi sosial para Cengkareng dan bila perlu saya siap menerima hukuman yang setimpal dengan perbuatan saya” desis pelan terlantun dari mulut Gareng.
“jangan jadi orang plin-plan kamu! Tadi ngomong kau benar sekarang ngomong kau salah, jangan kau jilat ludahmu sendiri!” sangkal Seno.
Orang yang berkerumun semakin banyak dan ikut mengangguk saat Seno berbicara. Seolah semua tunduk dengan kepiawaiannya mengolah emosi dengan orang Kurowo.
“iya bang saya mengaku salah, saya benar-benar telah salah dan mau di hukum setimpal dengan kelakuan saya.” Jawabnya dengan menunduk seperti kucing yang habis dikebiri.
Harga diri seorang Gareng di hadapan para Bolo kurowo menjadi anjlok gara-gara Gareng tak bisa mempertahankan apa yang tadi dia kata benar. Seolah lupa akan Bolo kurowo yang  semenjak tadi membentenginya. Walau di akui akhirnya dia menjadi sosok yang berani dalam mengakui kesalahannya.
“kamu mau saya laporkan ke polisi dan di hukum atas pencemaran nama baik? Kata maaf saja tidak cukup bagi kami kaum Cengkareng” tegas Seno.
“….eee…eehhhmmm..” mulut gareng bak tersumpal buah simalakama, mau di jawab iya dia salah, mau di jawab tidak seperti pengecut nantinya.
“ya sudah kalau kamu sudah mengakui kesalahan mu dan meminta maaf kepada semua kaum Cengkareng kamu akan saya maafkan, dan jika nanti ada hukuman lebih lanjut dari para Cengkareng lainnya kamu harus menerima dengan lapang dada” Seno mencoba member solusi.
“iya mas saya siap” dengan wajah polosnya mencoba meyakinkan Seno.
“Woyy jangan hanya minta maaf, bayi juga bisa kalau hanya minta maaf! Kau buatlah suatu pernyataan kau telah melakukan kesalahan dan menghapus semua tulisanmu itu dan lakukan klarifikasi kepada orang-orang bahwa yang kau tulis tidaklah benar!” sahut Lastri dengan mulut lebarnya ia menerkam Gareng.
Perbincangan antara para Cengkareng dengan Gareng sudah mulai melunak sejak si Gareng mulai mengakui kesalahannya, yang awalnya ia kukuh mempertahankan pendapatnya kini ia pun loyo karena memang dia salah tapi kenapa dia masih ngotot, setelah ditambah kedatangan teman-teman para Cengkareng tadi mungkin nyalinya semakin menciut.
***
Perbincangan dilanjut dengan ajakan dari kaum bagian Cengkareng, untuk melakukan silahturahmi ke pemukiman dekat tempat yang memiliki banyak bangunan kuno.
Sampai larut malam di jelaskannya maksud dan tujuannya menulis tersebut kepada para Cengkareng tidak lain dan tidak bukan karena factor dendam karena kereta kudanya kemarin hari telah di pindahkan secara tidak sengaja oleh para Cengkareng. Dengan penuh gelak tawa maka yang terjadi bukanlah ketegangan, yang terjadi malah Nampak sebuah kaum yang terhibur oleh badut yang baru saja membadutkan diri dihadapan kaum Cengkareng.
“lah masak iya toh mas kami nggak mindahin kereta kuda sampean, kemaren kereta kuda sampean menghalangi jalan makanya saya pindahkan supaya tidak menghalangi jalan. Dan juga waktu sampeyan lewat sini sampeyan juga ndak pamit toh? Ya kalo sampeyan pamit ya gak bakalan mas sepedahnya di pindah, waktu sampeyan nggak bilang permisi hamper saya mau tending dari belakang.hahahaha…..” tertawanya lepas di ikuti oleh para Cengkareng yang lain.
“ya untuk melengkapi pertanggungjawaban sampeyan kami Cuma pengen sampean buat surat pernyataan bersalah, dan kalo kami ada kegiatan ya sampean tulis, biar sampean juga ada kerjaan, dan sekalian nambah bahan tulisan, mungkin, sampeyan nulis kayak gitu juga gara-gara kekurangan bahan buat nulis.” Ejeknya pedas.
“iya mas ….” Hanya sekerlip kata yang bisa di lontarkan oleh gareng dibarengi dengan gelak tawa para Cengkareng.
Hingga akhirnya pun Gareng mendapatkan hukuman yang tidak kalah pedas dengan tulisannya. Dia di suruh para Cengkareng untuk menjadi cecunguk (pengabdi) untuk menulis-menulis hal-hal yang baik dan luar biasa harus heboh tentang para Cengkareng. Dan di mintai penyataan meminta maaf atas nama pribadi. Hingga larut ia masih tertunduk lesu tapi terlihat dari air mukanya ia tak akan menyerah begitu saja. Masalah dendam atau apa, aku tak begitu paham dengan Gareng yang pasti malam ini terlewati dengan hati yang lapang.
“hati-hatilah saat menulis, pertanggung jawabkan tulisanmu! Atau kau tersingkir” itu pesan yang bisa ku dapat dari pengalaman semalam.
*Nama tokoh disini adalah bukan yang sebenarnya________
*penulis hanya kekurangan tulisan saja untuk membuat kata-kata di atas.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Berlangganan Sinyal FX?

JustForex

Followers

Popular Post

- Copyright &SHIE; artorlife -Diberdayakan- Powered by Blogger - Designed by SHIE -