- Back to Home »
- puisi »
- Menua di Pagi Hari
Posted by : Hery Amariansyah
Wednesday, 4 June 2014
Apa yang
kau lakukan dik? Apa semua sudah bisa kau cerna?
Bahkan besi,
ataupun baja. Semua bisa kau cerna.
Tak ingatkah
kau saat makan sesuap bubur.
Lupa
rupanya dulunya pernah minum air tuba.
Sekarang kau
sombong. Dulu sekali kau pernah di glonggong.
Layak seekor
sapi perah. Hanya di gelonggong untuk di perah.
Apa kau
sudah lupa? Semasa tua pastilah akan binasa.
Apa kau tak
sadar sekarang masa muda kau sudah terlihat tua.
Di hari
sepagi ini kau sudah menua.
Apalagi
nanti di senja hari. Sampai petang sampaikah menghadang.
Lebih baik
memang kau menua sepagi ini.
Sadarku,
lupa kalau menua di pagi hari.
Tak akan
seberuntung menua saat senja, ataupun petang hari.
Semakin kau
terlihat tua, semakin akan pelupa.
Lantas apa
bedanya.
Aku menua
pagi, senja, petang.
Aku tak
terbatasi waktu.
Hanya raga
yang terbatasi.
Tapi akal
dan pemahamanmu, apakah terbatas.
Sama sekali
itu bukan lagi pilihan.
Memilih menua
di pagi hari.
Bahkan bisa
juga kau menua sampai petang menjemputmu.
Perlahan tapi
pasti.
Menua dalam
pemikiran.
Aku lebih
memilih menua di pagi hari.
Saat petang
nanti ku coba.
Apa bisa
aku menjadi muda kembali.
Ini masih
rahasia.
Atau sekedar
coba-coba.
Rupakan menua
di pagi hari.
Senja,
petang pastilah akan menyapa.
Bangkalan 05 Juni 2014