- Back to Home »
- Masih Sama Seperti Kemarin Hari
Posted by : Hery Amariansyah
Thursday, 5 June 2014
Tiba-tiba
ku terdiam di pojok bangku paling belakang. Setelah mendengar banyaknnya tugas
yang di berikan oleh sang dosen. Terlalu banyak tugas menumpuk, hanya gara-gara
kurang ada menejemen waktu kegiatanku sendiri. Orang normal saja mampu
menyelesaikan tugas-tugas sebanyak itu. Di latar belakangi oleh kontra dengan
batin karena penugasan hanya untuk menambal absen yang kemarin hari di sebabkan
dosen jarang masuk. Sekali masuk memberi tugas yang begitu banyak untuk menutupi
kinerjanya yang kemarin hari kurang maksimal.
Segala
sesuatu yang melatar belakangi entah dalam hal apapun itu. Aku pahami ini
adalah sebuah cobaan mental. Di samping banyaknya acara yang membuatku sibuk.
Aku juga mengamini mengenai hal-hal yang membuatku semakin malas untuk
mengerjakan tugas. Salah satunya tadi. Aku masih belum bisa menerima jika
absensi hanya di ganti dengan penugasan-penugasan yang membuat semakin tidak
bergunanya waktu kuliah. Serasa aku bukanlah merasakan apa itu kuliah
sebenarnya.
Perang
pemikiran di otak. Sebenarnya apakah kuliah itu hanya sebatas ini. Apakah hanya
sebegininya, ibu bapak ku pun bisa kalau hanya memberikan tugas-tugas dan
tugas. Tanpa aku kuliah mereka pun bersedia untuk memberikan aku tugas. Tapi
sayangnya mereka pun memberikan aku tugas dan cenderung menuntut aku untuk
kuliah. Ya setidaknya mereka beralasan kuliah adalah sesuatu yang belum pernah
mereka rasakan. Semisal orang tua ku pun jika kuliah di jamanku sekarang mereka
mungkin tak akan jauh berbeda dalam hal perasaan terhadap bangku kuliah yang
hanya sekedar seperti ini.
Kuliah
akhirnya hanya mencari nilai, kuliah hanya mencari ijasah, kuliah hanya mencari
jaringan pertemanan. Setidaknya aku bisa memanipulasi persepsi seperti itu. Aku
tak mau hanya karena nilai, ijasah, teman. Aku kuliah hanya untuk satu tujuanku
melegakan hati orang tua hingga sampai aku sukses nantinya, aku hanya ingin
membanggakan mereka. Meskipun sering kali meraka menangis karena mereka tak
mampu untuk membendung tangisnya ketika dalam bangku kuliah buah hatinya
mendapatkan nilai yang biasa-biasa saja.
Banyak
hal yang sebenarnya membuat sebuah pertentangan ketika aku kuliah dan ketika
masa-masa aku masih berada dekat dengan orang tua. Aku lebih banyak belajar
arti menghargai perjuangan baik dalam hal memperjuangkan apapun itu. Baik buruk
itu masalah di niat. Baik maupun buruk hasilnya itu hanya hasil proses. Hal
yang terpenting dari semua yang ku tahu adalah niatan dari manusia itu sendiri.
Jika pun aku kuliah kalau tak berlandaskan niat. Pasti saat ini aku sudah
berhenti untuk tidak melanjutkan kuliah. Karena sebenarnya hal yang aku dapat
dalam bangku kuliah tak seperti yang ku niatkan sebelumnya. Antisipasi akan hal
tersebut, berani membuat pola pembelajaran dalam kuliah sendiri.
Pola
kuliah yang saat ini aku buat sendiri cenderung mementingkan apa yang aku
dapat. Apa untungnya aku kuliah, jika hanya sekedar itu-itu saja. Padahal
sesuatu yang paling aku takutkan adalah hal yang selama ini membuatku terbiasa.
Aku mulai dengan hal yang beda dari yang lain. Rasanya mebeda dengan kebiasaan
orang-orang pada umumnya. Aku tak mau sama dengan semua orang. Baik dalam
pemikiran maupun perbuatan. Toh manusia di ciptakan untuk berfikir. Manusia di
ciptakan untuk memiliki sebuah pilihan hidup. Entaj=h itu kesuksesan atau
kehancuran. Semua hanya bisa di usahakan dalam cara manusia itu sendiri untuk
mencapai sebuah tujuan hidup.
“Man Jadda Wad
Jadda”